Jakarta, MCI News – Video pernikahan anak di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi sorotan publik. Video menunjukkan kedua mempelai mengikuti prosesi pernikahan adat Sasak. Busana pernikahan mereka serba hitam.
Diduga, mempelai perempuan masih duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan mempelai laki-laki baru kelas satu di Sekolah Menengah Kejuruan. Berdasarkan investigasi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi mengatakan, pasangan suami istri yang masih di bawah umur tersebut melangsungkan pernikahan ini adalah YL (15) anak perempuan asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur dan remaja inisial RN (17) asal Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah.
Video pernikahan anak di Lombok Tengah tersebut menuai pro dan kontra netizen. Ada yang menganggap pernikahan keduanya menggemaskan karena sama-sama masih berusia muda. Akan tetapi, ada pula yang menyayangkan pernikahan tersebut. Perhatian netizen pun tertuju pada mempelai perempuan yang harus dipapah oleh orang dewasa. Ia kadang tidak bisa mengendalikan diri. Saat mendengar bunyi musik, ia langsung bergoyang. Ia juga masih minta jajan ke ibunya.
Maraknya Pernikahan Anak
Joko Jumadi mengungkap, pernikahan anak masih marak di NTB. Menurutnya, masyarakat perlu mendapatkan edukasi tentang bahaya pernikahan anak.
Berdasar data Pemerintah Provinsi NTB, sepanjang 2021-2022 tercatat ada sebanyak 1.870 anak di 10 kabupaten/kota di NTB yang mengajukan dispensasi nikah.
Selain itu, data Save The Children menyebut ada 311 pengajuan dispensasi nikah pada 2019 di NTB. Kemudian pada 2020, angka ini meningkat menjadi 803 pengajuan.
Dilaporkan ke Polisi
Joko Jumadi pun melaporkan pernikahan anak ini ke Polres Lombok Tengah. Ia melaporkan pihak-pihak yang memfasilitasi pernikahan anak ini. "Dalam aduan ini, kami melaporkan seluruh pihak yang terlibat aktif dalam proses perkawinan anak tersebut. Baik itu orang tua atau penghulu yang menikahkan," tegasnya.
Menurut Joko Jumadi, pernikahan tersebut sempat dicegah oleh perangkat desa. Baik dari desa mempelai perempuan atau mempelai laki-laki. Namun, kedua belah pihak tetap ngotot untuk menikahkan mereka.
"Kalau dari informasi awal, Kades (kepala desa) dan Kadus (kepala dusun) sudah berusaha melakukan pencegahan. Tetapi para pihak ini tetap ngotot untuk dinikahkan. Sehingga yang disoroti di sini orang tua, kami belum tau apakah ada penghulunya," ujarnya.
Joko Jumadi menjelaskan, pencegahan ini bukan terjadi sekali saja. Melainkan berkali-kali, namun keduanya tetap ngotot dan melakukan pernikahan itu di bawah meja atau tanpa sepengetahuan perangkat desa.
"April sempat akan menikah tapi berhasil dicegah. Ternyata, kejadiannya Mei ini," imbuhnya.
Editor : Yama Yasmina