Dialog Bersama Putin

Sikap Putin Terhadap Perang Ukraina (Bagian 3)

mcinews.id
Direktur Utama LKBN Antara Akhmad Munir (dua dari kiri) dan sejumlah pimpinan kantor berita terkemuka dunia saat menghadiri diskusi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di St. Petersburg, Rusia, Rabu (18/6/2025). (ANTARA/HO-TASS).

Oleh: Akhmad Munir, Direktur Utama LKBN Antara

Jakarta, MCI News - Suasana santai dan cair, berubah menjadi serius dalam sesi diskusi terbatas antara Presiden Rusia Vladimir Putin dengan 14 pimpinan kantor berita terkemuka dunia, di St Petersburg, Rabu, 18 Juni 2025, saat sejumlah perwakilan kantor berita khususnya dari perwakilan negara Eropa dan Amerika Serikat mulai bertanya pandangan Putin menyangkut perang Ukraina.

Baca juga: Putin melihat Indonesia bergerak menjadi negara maju (Bagian 2)

Sebanyak 14 pimpinan kantor berita yang diundang Putin pada kesempatan itu, di antaranya Antara (Indonesia), TASS (Rusia), Xinhua (China), AFP/Agence France Presse (Prancis), AP/Associated Press (Amerika Serikat), Reuters (Inggris), DPA/Deutsche Press-Agentur (Jerman), Agencia EFE (Spanyol), Anadolu Ajansi (Turki), AZERTAC (Azerbaijan), BELTA (Belarusia), Vietnam News Agency (Vietnam), Kazakhstan President's TV and Radio Complex (Kazakhstan), dan Uzbekistan National News Agency (Uzbekistan).

Kepala layanan berita dari kantor berita Jerman DPA Martin Romanczyk membuka pertanyaan tentang sikap Putin terhadap Kanselir Jerman yang baru Friedrich Merz, dan apakah Putin melihat Kanselir Jerman dapat menjadi mediator terkait perang Ukraina.

“Apakah akan berguna jika Anda dapat melakukan kontak dengan kanselir baru Jerman? Apakah Anda menganggap Kanselir Friedrich Merz dapat lebih berhasil menjadi mediator Rusia dan Ukraina dibanding Donald Trump?” tanya Romanczyk pada Putin.

Air muka Putin seketika berubah menjadi serius. Dahinya mengernyit.

Posisi duduk saya dalam diskusi tersebut, yang tepat berhadapan dengan Presiden Putin, memberi keuntungan. Sebab dengan demikian saya bisa leluasa melihat tindak tanduk Presiden Putin setiap berbicara atau menjawab pertanyaan.

Putin menekankan dirinya terbuka untuk bisa terhubung dengan para pemimpin negara Eropa. Namun berdasarkan apa yang dirasakannya dua tahun belakangan, Putin menyampaikan bahwa para pemimpin di Eropa ingin melawan Rusia di medan perang.

“Mereka mau melawan kami di medan perang. Dan mereka menghabiskan semua hubungan dengan kami. Tapi kami selalu terbuka,” tutur Putin serius.

Ia menatap tajam kepada Romanczyk dan berujar, ”Mungkin Jerman boleh atau bisa memberi kontribusi lebih besar dalam hubungan Rusia-Ukraina. Tapi seorang yang jadi jembatan kedua negara, harus menjadi jembatan yang netral.”

Mantan agen Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti/badan intelijen dan keamanan Uni Soviet (KGB) itu mengaku mengetahui, Jerman menyumbangkan alutsista ke Ukraina. Hal itu, kata Putin, jelas membuat risau Rusia.

Dan atas dasar itu, Kremlin melihat Jerman bukanlah negara yang netral dalam konteks Ukraina, setidaknya untuk saat ini.

“Sekarang kami memandang Jerman bukan negara yang netral, tetapi mendukung Ukraina. Jerman boleh dianggap sebagai pihak yang aktif dalam peperangan ini. Kalau Anda mau membahas hal itu, dan memberikan ide baru (perspektif lain) tentang hal itu, kami siap,” tegas Putin.

Romanczyk dari DPA memilih tidak menanggapi atau melanjutkan pertanyaannya.

Selanjutnya rekan dari kantor berita asal Amerika Serikat Associated Press (AP), James Jordan memanfaatkan kesempatan untuk bertanya mengenai ketegasan Rusia soal peperangan.

Jordan mengritisi sikap Rusia yang menolak agresi Israel ke Iran, namun Rusia melakukan hal itu kepada Ukraina.

Saya memperhatikan Putin menatap Jordan dengan tajam. Kepalanya agak menunduk, tapi matanya tetap menatap Jordan. Dia siap menjawab pertanyaan kritis itu.

“Kami tidak memulai perang itu (Ukraina), justru kami berusaha mengakhiri,” jelas Putin.

Putin menuturkan rezim Ukraina memulai perangnya sendiri dari teritorinya sendiri, setelah momentum kudeta di Kiev, yang mencelakakan warga di Luhansk dan Donetsk dengan kekuatan bersenjata.

“Mereka menyerang rakyat sendiri,” kata Putin.

Putin bertanya-tanya mengapa tidak ada pihak yang mengingat hal tersebut. Padahal itu yang membuat Rusia memutuskan perang.

Dan perang yang dilakukan Rusia, kata Putin, ditujukan untuk melakukan demiliterisasi Ukraina, untuk menghilangkan kesempatan Kiev mengancam Rusia.

Itu mengapa, kata Putin, dalam perundingan pertama di Istanbul, Turki, Rusia menyepakati kekuatan bersenjata Ukraina yang bisa diterima oleh Rusia. Rusia juga bersepakat mengenai jumlah tentara Kiev.

“Tapi karena penguatan dukungan sekutu-sekutu Ukraina di Eropa Barat, mereka membuang seluruh proyek perundingan itu dan memutuskan melanjutkan perang sampai titik darah terakhir orang Ukraina, untuk kekalahan strategis Rusia, dan itu tidak bisa terjadi,” tegas Putin.

Oleh sebab itu, Putin menegaskan perundingan harus dilakukan dengan kekuatan bersenjata, guna mencapai tujuan utama Rusia di Ukraina, yakni demiliterisasi.

Dia bersikeras tidak ingin Ukraina memiliki kekuatan bersenjata yang dapat mengancam keamanan Rusia.

Putin pun menyampaikan kepada Jordan, bahwa para jurnalis di AS tentu telah melihat apabila sejak awal ditempuh jalur damai, maka tujuan operasi akan segera tercapai.

Jordan mengangguk. Dia lantas bertanya kepada Putin tentang kemungkinannya bertemu dengan Presiden AS Donald Trump.

Menyangkut hal ini, Putin menilai pertemuan dengan Trump akan sangat bermanfaat. Dirinya bahkan mengaku telah beberapa kali bicara melalui telepon dengan Trump dan sangat menghormati niat Trump memerbaiki hubungan dengan Rusia, khususnya dalam bidang keamanan dan ekonomi.

Putin memiliki harapan terhadap Trump. Dia memandang sosok Trump bukan hanya seorang politisi, melainkan juga seorang pebisnis yang memiliki kemampuan berhitung dengan cermat.

Dia melihat ada peluang kesepakatan yang bisa dicapai, antara lain melalui perwakilan bisnis kedua negara.

“Secara umum ada sesuatu optimisme yang baik dan saya berharap Presiden AS dalam waktu dekat akan melihat itu dan mendengar itu,” ujarnya.

Rusia dan Jerman

Pada sesi akhir pertemuan, Mikhail Gusman selaku moderator sempat mempersilakan para undangan melontarkan pertanyaan tambahan secara bebas. Kesempatan ini diambil kembali oleh perwakilan kantor berita Jerman, DPA, Romanczyk.

Romanczyk membuat suasana kembali agak memanas. Dia menanyakan apa reaksi Putin apabila Jerman mengirimkan rudal Taurus ke Ukraina.

Romanczyk menyebut topik itu hangat menjadi pembicaraan publik di Jerman, sehingga ia perlu menanyakannya secara langsung kepada Putin.

Mendengar pertanyaan itu, Putin mengingatkan Jerman bahwa Uni Soviet memainkan peran penting dalam menggabungkan Jerman Timur dan Jerman Barat.

Baca juga: Putin Jamu 14 Pimpinan Kantor Berita Terkemuka Dunia (Bagian 1)

“Saya berharap Jerman tidak melupakan itu,” ujar Putin.

Parlemen Rusia, kata Putin, telah mengirimkan surat kepada Kanselir Jerman, untuk menjelaskan sejarah. Rusia tidak pernah melakukan satu langkah pun yang bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara Jerman.

Namun menurutnya, situasi sekarang sudah berubah dan dirinya tidak ingin mengomentari tentang posisi Jerman dan beberapa negara Eropa Barat terkait apa yang terjadi di Ukraina, karena itu masalah penilaian politis.

Meskipun demikian dia menegaskan, Rusia telah melihat tank-tank Jerman berada di medan perang Ukraina, bahkan ada di Kursk, yang merupakan wilayah Rusia.

Terkait rudal Taurus, dia menegaskan, pengiriman rudal Taurus harus satu paket dengan pengiriman tentara Jerman. Sebab, tentara Ukraina menurutnya tidak akan mungkin mengendalikan rudal itu tanpa bantuan.

“Itu yang dilakukan negara-negara Barat, tidak mungkin mengoperasikan Taurus tanpa perwira Jerman. Hanya perwira Jerman yang bisa mengendalikan Taurus. Itu artinya hanya angkatan bersenjata Jerman yang akan melakukan serangan pada teritori Rusia dengan senjata Jerman,” ujar Putin.

Dengan demikian, Putin melihat pengiriman Taurus akan berujung menarik konflik antara Rusia dengan Jerman, dan Rusia tidak ingin hal itu terjadi.

“Itu pilihan pimpinan Jerman. Saya tidak akan menjelaskan detail, tapi itu tentu membawa kerusakan pada hubungan dua negara kita,” jelasnya.

Dia meyakinkan, secara kekuatan, keberadaan rudal Taurus di medan perang Ukraina tidak akan memberikan pengaruh apapun, karena angkatan perang Rusia memiliki keunggulan strategis dalam seluruh bidang dan lini.

“Dengan adanya Taurus atau tidak ada Taurus, tidak akan ada artinya di medan perang. Silakan pikir, apa perlu membuang-buang uang untuk mengubur hubungan baik yang selama ini telah dibangun Rusia dan Jerman?” kata Putin dalam nada tanya.

NATO

Keadaan tidak kalah tegang saat perwakilan kantor berita Spanyol Agencia EFE Jose Manuel Sanz Mingote mendapat kesempatan bertanya pada Putin.

Jose Manuel bertanya sikap Putin atas rencana negara-negara anggota NATO membeli senjata lebih banyak. Lalu apakah Putin memiliki pesan terhadap NATO, dan menganggap langkah itu sebagai ancaman?

Putin menyimak dan mencatat pertanyaan itu. Dia lantas segera meletakkan perangkat penerjemah di telinganya dan menjawab.

“Persenjataan NATO bukan ancaman untuk Rusia,” tegas Putin.

Raut wajah Putin kali ini jauh lebih serius dibandingkan kala menjawab soal perang Ukraina dan konflik Israel-Iran. Lagi-lagi saya menilai, dengan sikapnya ini, Putin sedang menempatkan posisinya berhadapan dengan NATO.

Dia menegaskan, Rusia terus menyempurnakan persenjataan. Meski NATO bisa menjadi ancaman, tapi langkah itu bukan sebuah hal yang menakutkan bagi Rusia.

“Kami tidak punya keraguan dalam hal itu,” tegasnya lagi.

Putin seolah bisa dengan tepat menyesuaikan ekspresi wajahnya sesuai dengan pertanyaan yang tengah di jawabnya. Pada bagian NATO ini, ekspresi wajahnya seakan ingin menunjukkan keseriusan Rusia.

Baca juga: Presiden Prabowo Pulang ke Tanah Air Usai Agenda di Rusia

Bagi Putin peningkatan persenjataan NATO tidak akan berarti apapun bagi Rusia.

Dia menjelaskan bahwa dalam beberapa abad terakhir negara-negara Barat, waktu demi waktu, membicarakan tentang ancaman kehadiran Rusia.

“Begitu nyaman orang-orang elite di Barat membuat sejarah, bahwa Rusia adalah ancaman. Tentu jelas bahwa saat ini hubungan Rusia dengan Eropa Barat, mulai sejak 2014 semakin buruk dan buruk,” ujarnya.

Menurut dia, persoalan utama bukan karena Rusia mengambil Krimea, melainkan negara-negara barat mendukung adanya kudeta di Ukraina tahun 2014. Selanjutnya bagian timur Ukraina tidak mendukung kudeta tersebut.

“Kami berusaha delapan tahun mendamaikan mereka,” jelasnya.

Putin menekankan ada tudingan Rusia ingin menyerang NATO. Menurutnya itu adalah sebuah kebohongan besar.

Bagi Putin isu itu sengaja digulirkan pemimpin NATO untuk mengelabui rakyatnya sendiri, guna mendapat alibi dalam alokasi anggaran lebih besar kepada alat utama sistem senjata (alutsista) militernya.

Dia pun berseloroh menyarankan agar negara-negara NATO sebaiknya memikirkan cara membangkitkan industri otomotifnya yang jatuh, ketimbang menghabiskan uang untuk kepentingan militer yang tidak ada manfaatnya.

“Kalau negara-negara NATO ingin memperbesar lagi anggaran militernya bukan masalah saya, tapi itu tidak bermanfaat untuk saya. Itu akan membangun risiko lebih besar lagi. Keputusan itu tidak rasional, tanpa dasar. Tidak ada dasar ancaman apapun dari Rusia dan itu omong kosong,” tuturnya.

Pembunuhan Wartawan

Dalam diskusi yang panas terkait perang, moderator pertemuan selaku perwakilan kantor berita Rusia TASS Mikhail Gusman mengangkat isu pembunuhan wartawan di medan perang Ukraina.

Gusman melihat hal itu sangat disayangkan oleh kantor berita atau organisasi wartawan manapun di seluruh dunia.

Dia pun bertanya langkah Putin untuk mencegah pembunuhan atau menurunkan angka wartawan yang gugur di medan perang Ukraina.

Putin mengaku menyayangkan hal tersebut. Bagi Putin gugurnya wartawan di medan perang merupakan tragedi besar, dan bahkan sebuah kejahatan besar apabila dilakukan dengan sengaja.

Dia mendorong organisasi internasional, seperti PBB untuk membahas hal tersebut.

“Harus ada keputusan di level organisasi internasional dan level organisasi PBB. Dan ini pertanyaan yang tidak sederhana,” ujarnya.

Dia menyatakan belasungkawa mendalam terhadap para wartawan dari negara manapun, yang gugur di medan perang.
(Bersambung)

*Ini adalah tulisan Direktur Utama LKBN Antara, jurnalis pertama dari Indonesia yang berdialog langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin

Editor : Budi Setiawan

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru