Oleh: Akhmad Munir, Direktur Utama LKBN Antara
Jakarta, MCI News - Waktu di telepon genggam menunjukkan sekitar pukul 22.48 malam, Selasa, 17 Juni 2025, saat saya baru saja mendarat di Bandara Pulkovo, St Petersburg, Rusia.
Saya akan menghadiri rangkaian Sidang Umum Ke-19 Kantor Berita Asia-Pasifik (OANA), sekaligus memenuhi undangan berdiskusi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di St. Petersburg, Rusia.
Dalam rangkaian acara itu, Presiden RI Prabowo Subianto juga diagendakan melakukan kunjungan kenegaraan di St. Petersburg Rusia.
Saat tiba di St. Petersburg, suhu tertera di telepon genggam saya menunjukkan angka 18 derajat Celcius, dengan cuaca agak gerimis. Badan rasanya agak letih, setelah menempuh total waktu penerbangan selama kurang lebih 15 jam, dari Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Kota Tangerang, Provinsi Banten.
Waktu tempuh itu belum ditambah dengan waktu transit di Bandara Internasional Dubai selama 16 jam.
Untuk sampai ke Bandara Pulkovo di St. Petersburg, saya harus transit di Dubai selama 16 jam. Sehingga total waktu yang saya perlukan untuk menginjakkan kaki di St. Petersburg, yakni dari penerbangan Soetta ke Dubai, kemudian transit, lantas melanjutkan penerbangan dari Dubai ke St Petersburg, total kurang lebih 31 jam.
Sebetulnya sejak keberangkatan, saya agak sangsi penerbangan dari lokasi transit di Dubai ke St. Petersburg akan tetap dilanjutkan oleh maskapai yang saya tumpangi sebab rute resmi penerbangan dari Dubai ke St. Petersburg tepat melewati wilayah udara Iran.
Pada saat itu, tensi ketegangan antara Israel dengan Iran sedang panas-panasnya. Kedua negara saling berbalas mengirim roket-roket penghancur.
Bahkan saat transit di hotel di Dubai, saya memantau berita serta video-video di media sosial yang isinya langit Israel dan Iran dipenuhi roket-roket beterbangan. Namun demikian, berulang kali saya mengecek informasi jadwal penerbangan, dinyatakan bahwa penerbangan dari Dubai ke St. Petersburg tetap sesuai jadwal.
Dan faktanya pesawat yang saya tumpangi dari Dubai ke St. Petersburg tidak melalui rute biasa, melainkan memutar melalui wilayah udara Pakistan di atas kota Karachi kemudian melalui langit negara-negara sekutu Rusia seperti Tajikistan, Uzbekistan, agar menjauh dari langit Iran dan Israel yang sedang berkonflik.
Rute alternatif itu membuat waktu penerbangan menjadi lebih lama, tapi pada akhirnya saya dan para penumpang dapat mendarat dengan selamat sampai di St. Petersburg, menjelang tengah malam.
Sebuah pesan masuk ke telepon genggam, dari seseorang anak muda asli Rusia bernama Kiselev. Dia merupakan salah satu relawan dari salah satu universitas di Moskow, yang direkrut oleh kantor berita Rusia TASS, selaku tuan rumah OANA, untuk menjemput saya di Bandara Pulkovo.
“Tuan apakah Anda sudah mendarat? Apakah Anda sedang menunggu bagasi?” tanya Kiselev melalui pesan WhatsApp.
Sebagai relawan, Kiselev sangat proaktif dan cekatan. Dia ingin memastikan para undangan tidak mendapatkan kesulitan selama berada di Rusia.
Kiselev dengan perawakan tubuh tinggi kurus, mengenakan setelan jas dan dasi, dengan sigap membantu membawakan koper saya.
“Mari ikuti saya tuan. Maafkan saya jika kita harus terburu-buru, karena Anda harus melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) setiba di hotel nanti,” ujar Kiselev sembari memandu saya ke kendaraan sedan Mercedes Benz hitam yang telah menunggu di tempat parkir.
Saya menginap di Hotel Corinthia di Jalan Nevsky Ave, 57, yang terletak di pusat Kota St. Petersburg.
Seingat saya, perjalanan dari Bandara Pulkovo ke hotel sekitar 45 menit. Dari Bandara Pulkovo yang relatif lebih sepi, lambat laun saya masuk ke pusat kota St. Petersburg yang ramai orang dan kendaraan.
Bagi saya bangunan-bangunan di pusat kota St. Petersburg hampir mirip dengan yang ada di Kota Moskow. Hanya saja Moskow agaknya jauh lebih ramai, dengan stasiun-stasiun kereta metro bawah tanah yang jauh lebih banyak.
Sepanjang perjalanan, Kiselev bersikap seperti seorang pemandu yang sopan. Dia menawarkan saya minuman air mineral. Sesekali dia menjelaskan tentang bangunan dan landmark yang kami lalui, saya tidak terlalu ingat nama-namanya.
Dia sempat menyampaikan bahwa jika ada waktu, dia sangat ingin pergi ke Indonesia, karena dia mendapat informasi Indonesia sangat indah.
Setiba di hotel, Kiselev langsung mempertemukan saya kepada koleganya yang sudah siap menyambut di lobi hotel. Koleganya langsung memberitahukan kepada saya untuk menjalani tes PCR sebanyak dua kali di dua ruangan berbeda.
Satu tes PCR dilaksanakan di lantai dasar hotel bersama seluruh delegasi anggota OANA. Sedangkan satu lagi tes dilakukan di lantai atas, di dalam ruangan yang lebih privat, hanya saya dan tenaga medis.
Saya kurang paham mengapa tes itu harus dilakukan dua kali. Namun tes di ruang privat itu saya yakini wajib dilakoni untuk syarat bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin.
Jamuan Putin
Pertemuan dengan Vladimir Putin dilaksanakan Rabu, 18 Juni 2025, atau sehari setelah ketibaan saya di St Petersburg.
Pertemuan dengan Presiden Putin, dilakukan di sela rangkaian acara Sidang Umum Ke-19 OANA, yang digelar di sela Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) 2025.
Agaknya Presiden Putin memanfaatkan momen pertemuan forum OANA dan SPIEF 2025, di mana banyak pimpinan kantor berita datang, untuk dapat mengundang pimpinan kantor berita terkemuka dunia berdiskusi.
Hanya 14 pimpinan kantor berita yang diundang Putin dalam pertemuan terbatas, di antaranya ANTARA (Indonesia), TASS (Rusia), Xinhua (China), AFP/Agence France Presse (Prancis), AP/Associated Press (Amerika Serikat), Reuters (Inggris), DPA/Deutsche Press-Agentur (Jerman), Agencia EFE (Spanyol), Anadolu Ajansi (Turki), AZERTAC (Azerbaijan), BELTA (Belarusia), Vietnam News Agency (Vietnam), Kazakhstan President's TV and Radio Complex (Kazakhstan), dan Uzbekistan National News Agency (Uzbekistan).
Sebelum pertemuan, pada Rabu 18 Juni 2025 pagi hari, saya dan 13 pimpinan kantor berita undangan diwajibkan kembali menjalani tes PCR di hotel tempat menginap.
Saya sempat bingung mengapa harus kembali menjalani PCR. Tapi toh tetap saya lakoni. Saya mendapat informasi bahwa pertemuan dengan Presiden Putin akan dilaksanakan pukul 18.00 di sebuah bangunan bersejarah, St Petersburg Conservatory.
Sebagai perbandingan, waktu di St. Petersburg empat jam lebih lambat dibandingkan Jakarta. Dan di kota ini siang hari lebih lama. Saya masih bisa melihat sinar matahari pada pukul 20.00 atau 21.00 malam.
Kami, wajib mengenakan setelan jas lengkap, bertolak dari hotel dengan fasilitas kendaraan mini bus pada pukul 16.00 waktu setempat. Seperti saya sampaikan, hanya 14 pimpinan kantor berita undangan yang boleh ikut serta.
Sebelum keberangkatan, saya dan undangan diingatkan untuk membawa paspor sebagai identitas resmi, dan diperingatkan agar tidak membawa benda-benda yang dapat dianggap berbahaya, seperti misalnya benda dengan ujung yang tajam. Kami boleh membawa telepon genggam, namun wajib disetel mode getar atau tanpa suara.
Perjalanan dari hotel ke lokasi pertemuan ditempuh sekitar 30 menit melalui bangunan-bangunan ikonik khas Rusia.
Saat sampai di lokasi, barang bawaan kami diperiksa secara mendetail, dengan seluruh isinya dikeluarkan. Pemeriksaan yang ketat itu saya anggap wajar, mengingat kami akan bertemu dengan orang nomor satu Rusia.
Saya dan beberapa pimpinan kantor berita undangan kemudian diminta menunggu di sebuah ruangan khusus. Cukup lama, hingga kami mendapat informasi bahwa Presiden Putin rupanya masih sibuk menerima tamu dan harus menghadiri acara lain.
Kami lantas diberitahu bahwa waktu pertemuan diundur menjadi pukul 20.00 malam. Saya dan undangan dipersilakan kembali ke hotel terlebih dulu untuk makan malam. Segalanya berlangsung cepat kala itu. Setibanya kembali di hotel, kami bergegas menuju restoran tempat makan.
Akan tetapi, tidak sampai 10 menit kemudian, informasi datang bahwa Presiden Putin telah siap menerima para pimpinan kantor berita.
Saya pun terpaksa menunda makan malam saya. Saya sangat dapat memahami agenda Presiden begitu padat dan sangat dinamis, sehingga saya dan para pimpinan kantor berita lainnya harus menyesuaikan diri.
Kami pun tiba kembali di St. Petersburg Conservatory. Di sana kami diminta masuk ke dalam sebuah aula dengan panggung yang megah.
Di atas panggung sudah ada para jajaran pemain musik orkestra, yang jumlahnya mencapai puluhan orang.
Pagelaran musik orkestra yang dipersembahkan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada 14 pimpinan kantor berita terkemuka dunia di St Petersburg Conservatory, St Petersburg, Rusia, Rabu (18/6/2025). (ANTARA/Akhmad Munir)
Protokol kepresidenan Rusia mempersilakan saya dan 13 pimpinan kantor berita lain untuk duduk di deretan bangku yang menghadap ke panggung, tanpa pengaturan khusus.
Kemudian, sekira 10–15 menit kemudian Presiden Putin akhirnya masuk dalam ruangan orkestra itu didampingi tim kepresidenan.
Suasananya sama sekali tidak menegangkan. Saya yakin itu semua karena pembawaan Putin yang santai.
Kami berdiri menyambut kehadiran Vladimir Putin. Presiden Putin lantas menyapa 14 tamu undangan khususnya malam itu, termasuk saya, dan mempersilakan kami duduk kembali.
Alunan musik orkestra sontak mulai terdengar dari band orkestra yang tampil di panggung. Penampilan konser orkestra merupakan jamuan yang diberikan Presiden Putin kepada saya dan para undangan. Sedikitnya ada empat lagu yang dibawakan band orkestra malam itu selama 30 menit. Persembahan pertama adalah alunan aransemen musik tanpa vokal.
Lalu dilanjutkan dengan persembahan kedua, di mana sebuah panggung hidrolik tiba-tiba muncul dari bawah panggung dengan seorang pemain piano, drum dan bass memainkan musik di atasnya, diiringi band orkestra yang sejak awal sudah ada di panggung.
Sedangkan pada persembahan lagu ketiga, kami menyaksikan seorang penyanyi pria dengan suara tinggi melengking yang sangat merdu, membawakan sebuah lagu selama 10 menit.
Presiden Putin memberikan apresiasi kepada grup musik orkestra, dengan bertepuk tangan setiap lagu selesai dibawakan.
Kemudian pada persembahan lagu keempat, ditampilkan kelompok paduan suara yang harmonis, yang membawakan lagu populer Rusia. Saya sangat menikmati perhelatan orkestra ini dan berharap waktunya dapat lebih lama lagi.
Setelah pertunjukan orkestra selesai. Putin mengajak kami keluar dari aula itu.
Putin berjalan di depan. Kami mengikuti di belakang.
Putin masuk ke sebuah ruangan yang terletak di ujung lorong, dan tampak berbicara dengan stafnya. Sementara kami diarahkan masuk ke ruangan lain di sebelah kanan lorong, yang merupakan ruang pertemuan kami dengan Presiden Putin pada malam itu.
Di ruangan itu terdapat meja berbentuk persegi panjang melingkar. Di sana sudah tersedia papan nama masing-masing tamu undangan.
Papan bertuliskan nama saya ada di bagian tengah dari bagian meja panjang itu, tepat berhadap-hadapan dengan sebuah kursi kosong, yang kemudian saya ketahui adalah kursi yang disiapkan untuk Presiden Putin.
Tidak sampai 15 menit menunggu, Presiden Putin pun memasuki ruangan pertemuan. Putin duduk di kursi kosong yang disediakan, dan benar-benar tepat di hadapan saya. Ia tersenyum kepada seluruh tamu undangan.
Pertemuan dimulai sekitar pukul 22.30 waktu setempat, dipandu oleh First Deputy Director General TASS Mikhail Gusman Selaku moderator.
Gusman memperkenalkan kami kepada Putin. Diskusi pun segera dimulai. (Bersambung)
*Ini adalah tulisan Direktur Utama LKBN Antara, jurnalis pertama dari Indonesia yang berdialog langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin
Editor : Budi Setiawan