Surabaya, MCI News – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak memaparkan sejumlah strategi serta tantangan dalam pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Jawa Timur. Paparan ini disampaikan saat menjadi narasumber pada Pendampingan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Wilayah Provinsi Jawa Timur yang digelar di Hotel Vasa, Surabaya, Kamis (7/8/2025).
Dalam paparannya, Emil menjelaskan bahwa Jawa Timur menghadapi tantangan signifikan dalam hal pengelolaan sampah. Berdasarkan Pengelolaan Sampah di Jatim Tahun Tahun 2024 P2 menunjukkan bahwa timbulan sampah di Jawa Timur mencapai 6,5 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, pengurangan sampah baru mencapai 899 ribu ton per tahun, sedangkan penanganan sampah mencapai 2,7 juta ton per tahun.
“Artinya, hanya sekitar 3,6 juta ton per tahun sampah yang terkelola, dan sisanya 2,9 juta ton per tahun belum tertangani secara optimal,” jelasnya.
Emil menyadari bahwa masih terdapat minimnya kesadaran masyarakat, terbatasnya infrastruktur dan teknologi, pendanaan serta investasi yang belum optimal, hingga koordinasi antar lembaga yang belum efektif.
“Persoalan sampah ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menyangkut perilaku, kebijakan, dan kemitraan lintas sektor. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan,” ujarnya.
Emil menjelaskan, bahwa Pemprov Jatim telah melaksanakan Kesepakatan Bersama tentang kerjasama pengelolaan sampah regional di kawasan Gerbangkertosusilo antara Pemprov Jatim, Kab. Gresik, Mojokerto, Lamongan, Sidoarjo dan Kota Mojokerto.
Dihadapan para Deputi dan Bupati/Walikota yang hadir, Wagub Emil meminta kepada bupati/walikota untuk berkomitmen dalam menangani permasalahan sampah.
Pihaknya menjelaskan, bahwa Kementrian LH telah banyak memberikan evaluasi dan konsekuensi kepada pemerintah kabupaten/kota yang tidak patuh dalam pengelolaan sampah.
Bahkan ancaman yang bisa diterima jika tidak mengelola sampah secara integrasi yakni bisa dipidanakan.
"Jangan sampai terjadi di Jatim dan kita harus dicegah," harapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Emil juga menyebut bahwa Pemkab Gresik akan menjadi pilot project penanganan dan pengolahan sampah B3 Limbah Rumah tangga.
Menurutnya, masyarakat harus diedukasi tentang pengolahan sampah rumah tangga yang bercampur dengan limbah B3.
Emil mencontohkan, raket nyamuk elektrik yang ketika tidak terpakai dan akan di buang terdapat potensi limbah B3 domestik yang berasal baterai.
"Kita berharap masyarakat bisa aware terhadap penanganan sampah rumah tangga sehingga dapat memilah antara sampah atau limbah B3," harapnya.
Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Ade Palguna mengatakan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan persoalan sampah dengan target 51,21 % terkelola pada tahun 2025 dan terkelola hingga 100 % pada tahun 2029 mendatang.
RPJMN mengamanatkan 100% hingga pada tahun 2029 sampah terkelola melalui pengolahan sampah yang di fasilitas dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan antara lain di Bank Sampah, TPS3R, Rumah Kompos hingga Maggot BSF.
Tak hanya itu, Material Recovery Facility (MRF), TPST atau fasilitas waste to energy serta memastikan yang masuk ke TPU hanya residu.
Pihaknya minta kepada pemerintah daerah, agar pengolahan sampah harus dikelola secara terintegrasi dari hulu ke hilir, sampah harus dikelola dimulai dari sumber, diangkur dan diolah di fasilitas pengolahan sampah melalui pendekatan teknologi ramah lingkungan.
Saat ini, KLH/BPLH telah melakukan pengawasan terhadap 343 kabupaten/kota dan menetapkan sanksi administratif kepada 242 bupati/walikota.
Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani mengatakan, bahwa persoalan sampah masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Kota Gresik terutama bagi masyarakat khususnya yang berada di wilayah kepulauan yang harus terus di edukasi penanganan sampah agar tidak di buang ke laut.
Pihaknya juga menginginkan agar Pemkab Gresik mendapatkan pendampingan terhadap pengelolaan limbah B3 karena Gresik banyak berdiri pabrik dan termasuk kawasan industri.
"Kami contohkan Pulau Bawean di buatkan incinerator pembakaran agar sampah tidak dibuang ke laut dan tidak mengandung Co2. Kami ingin di dampingi penanganan B3 baik rumah tangga maupun industri karena tempat kami banyak berdiri kawasan pabrik industri," jelasnya.
Editor : Yasmin Fitrida Diat