DPRD Surabaya Pertanyakan Strategi Pemkot Terkait Defisit APBD Tembus Rp700 Miliar

mcinews.id
Anggota DPRD Kota Surabaya dari PKS, Aning Rahmawati. (Foto: Dokumentasi)

Surabaya, MCI News - Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (P-APBD) 2025 Kota Surabaya memasuki fase krusial. Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkot Surabaya, memetakan sejumlah tantangan serius dalam menyusun postur fiskal yang realistis. Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah prediksi defisit anggaran sampai Rp700 miliar akibat tidak tercapainya target pendapatan daerah.

Anggota Banggar DPRD Surabaya, Aning Rahmawati menyampaikan, dari target pendapatan sebesar Rp 12,3 triliun, Pemkot hanya mampu merealisasikan Rp 11,6 triliun. Kondisi ini mengulangi pola yang terjadi pada 2024, ketika Surabaya juga mengalami rasionalisasi anggaran sebesar Rp 1,3 triliun. Ia menilai, kegagalan memenuhi target pendapatan ini bukan kali pertama dan patut menjadi bahan evaluasi serius bagi jajaran dinas penghasil pendapatan.

Baca juga: RPJMD Surabaya 2025-2029 Disahkan, Kolaborasi Kunci Menuju Kota Mendunia

“Setiap tahun memang terlihat ada kenaikan pendapatan sekitar Rp1 triliun, tapi kenaikan ini tidak berasal dari inovasi besar atau lonjakan pendapatan baru, melainkan hanya dari efisiensi dan sedikit intensifikasi. Artinya, belum ada langkah ekstrem dalam menggali potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah),” jelas Aning Rahmawati, kepada awak media via daring, Sabtu (26/7/2025).

Dalam upaya menutup defisit dan tetap menjalankan program pembangunan strategis, Pemkot Surabaya berencana mengajukan pinjaman daerah ke Bank Jatim senilai Rp452 miliar. Pinjaman ini akan difokuskan pada pembiayaan proyek infrastruktur prioritas, yakni pembangunan Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) sebesar Rp42 miliar, pelebaran Jalan Wiyung Rp 130,2 miliar, pembangunan saluran Diversi Gunung Sari Rp 50,1 miliar, penerangan jalan umum (PJU) Rp 50,2 miliar, serta penanganan genangan air Rp179 miliar.

Meski demikian, Aning menekankan, langkah Pemkot ini harus memenuhi sejumlah syarat penting sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), serta dua peraturan pemerintah lainnya yakni PP No. 1 Tahun 2024 dan PP No. 12 Tahun 2019.

Baca juga: Terkait Pemanggilan 88Avenue, BK DPRD Surabaya: Tak Ada Unsur Pelanggaran Etik dan Tata Tertib

“Pinjaman ini tidak bisa sembarangan. Harus melalui studi kelayakan yang mendalam, perhitungan matang atas kemampuan bayar, dan tentu saja harus mendapat persetujuan DPRD lewat pembahasan APBD hingga menjadi Perda,” tandas politisi perempuan dari Fraksi PKS ini.

Aning juga mengingatkan agar kebijakan utang tersebut tidak sampai mengorbankan program-program prioritas untuk masyarakat bawah seperti Rutilahu (Rumah Tidak Layak Huni) dan kegiatan hasil Musrenbang yang mencerminkan aspirasi langsung warga.

Baca juga: Penegakan Perda Banyak Dikeluhkan Warga, Walikota Surabaya Menertibkan Parkir Liar di Minimarket Modern

Ia menegaskan posisi DPRD dalam konteks ini adalah mengawasi, bukan merancang atau mengusulkan pinjaman. “DPRD tidak bertupoksi sebagai perencana atau pelaksana anggaran. Usulan pembiayaan ini adalah murni dari Pemkot, bukan dari kami di legislatif,” tambahnya.

Langkah Pemkot Surabaya dalam menambal defisit APBD dengan pinjaman ke Bank Jatim adalah strategi yang sah secara regulasi, namun sarat risiko. Evaluasi menyeluruh atas strategi pendapatan dan belanja menjadi keniscayaan. Rasionalisasi tak boleh jadi kebiasaan tahunan yang melemahkan program kerakyatan. Di sinilah pentingnya sinergi sehat antara legislatif dan eksekutif, untuk memastikan bahwa setiap rupiah anggaran bermuara pada kesejahteraan warga Surabaya, bukan sekadar proyek infrastruktur megah namun membebani fiskal di masa depan.

Editor : Yasmin Fitrida Diat

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru