Sidoarjo, MCI News – Wakil Gubernur Jawa Timur (Wagub Jatim) Emil Elestianto Dardak menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas sebagai sumber kehidupan masyarakat Jawa Timur.
Dia menekankan, pengelolaan DAS tidak bisa lagi dilakukan secara parsial atau sektoral, melainkan harus dengan pendekatan holistik berbasis landscape yang memandang Brantas sebagai satu kesatuan ekosistem utuh.
Baca juga: Wagub Jatim Emil Dardak Serukan Permudah Orang Usaha di Opening IFBC Expo 2025
Hal itu disampaikannya saat membuka Rapat Kerja Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Wilayah DAS Brantas Berbasis Landscape, yang digelar bersama Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI di Hotel Luminor Sidoarjo, Selasa (16/9/2025).
“Atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur, saya memberikan apresiasi atas prakarsa forum strategis ini. Pengelolaan DAS Brantas harus kita lihat sebagai upaya kolektif untuk merumuskan langkah konkret menjaga ekosistem yang menopang hajat hidup jutaan masyarakat,” ujar Emil.
DAS Brantas merupakan Daerah Aliran Sungai terbesar kedua di Pulau Jawa dengan luas mencapai 11.800–12.070 km² atau seperempat wilayah Jawa Timur, melintasi 16 kabupaten/kota. Sungai sepanjang 320 km ini bermata air di Kota Batu, mengelilingi Gunung Kelud, hingga bermuara di Kali Surabaya dan Kali Porong.
Lebih dari 60 persen penduduk Jawa Timur bergantung pada DAS Brantas, baik sebagai penyedia air baku untuk rumah tangga dan industri, irigasi bagi lumbung pangan nasional, maupun pasokan energi listrik melalui PLTA.
“Sehatnya Brantas berarti sehatnya Jawa Timur. Sebaliknya, terganggunya Brantas akan menjadi ancaman serius bagi masa depan kita,” tegas Emil.
Meski demikian, saat ini Brantas menghadapi tantangan berupa perubahan tata guna lahan di hulu, degradasi fungsi bantaran sungai, sedimentasi tinggi, hingga pencemaran domestik maupun industri. Data Kepmen LHK No. SK 316 Tahun 2018 mencatat bahwa pencemaran Brantas didominasi limbah rumah tangga sebesar 73 persen, disusul peternakan 14 persen, non point source 10 persen, dan industri 3 persen.
“Fakta ini menegaskan bahwa menjaga Brantas bukan hanya tanggung jawab industri, melainkan membutuhkan kesadaran kolektif seluruh lapisan masyarakat. Edukasi, partisipasi publik, serta penguatan sanitasi rumah tangga menjadi kunci pengendalian pencemaran,” jelas Emil.
Menurut Emil, pengelolaan lingkungan berbasis sektoral tidak lagi memadai. Dibutuhkan paradigma baru yaitu pengelolaan berbasis landscape, yang memandang DAS Brantas sebagai satu kesatuan ekosistem utuh, mengintegrasikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.
“Pendekatan landscape hanya akan berhasil bila ada sinergi dan kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat harus berjalan bersama. Pemerintah hadir melalui regulasi, dunia usaha dengan prinsip green economy, dan masyarakat sebagai penjaga lingkungan di garis terdepan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Emil menegaskan bahwa tujuan akhir dari upaya ini adalah menjadikan DAS Brantas sehat, produktif, dan tangguh terhadap perubahan iklim, sekaligus menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.
Secara khusus, Pemprov Jatim melalui Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan sejumlah langkah nyata. Di hulu, rehabilitasi lahan bekas tambang dengan pengkayaan vegetasi terus dilakukan. Di sepanjang aliran sungai, monitoring kualitas air, patroli industri, serta pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) diperkuat sebagai strategi pengendalian limbah.
Selain itu, Pemprov juga menggandeng masyarakat melalui program Relawan Jatim Jogo Kali yang aktif menjaga fungsi ekologi Brantas dari hulu hingga hilir. “Semua langkah ini menunjukkan komitmen bersama untuk menjadikan Brantas tetap sehat dan berkelanjutan,” pungkas Emil.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa Eduward Hutapea berharap dalam kegiatan ini menghasilkan suatu proses yang nantinya menjadi pedoman bagi yang ingin berkolaborasi dalam pengelolaan DAS guna memberikan manfaat seluas-luasnya untuk masyarakat.
“Tentunya yang kita ingin harapkan bersama ada interaksi positif dari kegiatan ini, sehingga nanti menghasilkan bagaimana untuk menyempurnakan dan melengkapi apa yang sudah di gagas untuk kemudian kita simpulkan dan kolaborasikan bersama guna mendapatkan hasil maksimal dalam menyelesaikan permasalahan yang ada,” tandasnya.
Turut hadir di kegiatan ini, Guru Besar Universitas Brawijaya Malang Prof. Eko Ganis Sukoharsono, Pakar Forensik Lingkungan Universitas Airlangga Surabaya Dr. Sonny Kristanto, Kepala BBWS DAS Brantas Muhammad Noor, Kepala Bappeda, Dishut, Dinas SDA, Dinas LH dilingkungan Pemprov Jatim dan Kabupaten/Kota.
Editor : Yasmin Fitrida Diat