Masyarakat Olahraga Prestasi Indonesia Ajukan Uji Materi Permenpora No.14/2024 ke Mahkamah Agung RI

mcinews.id
Menpora Dito Ariotedjo. (Foto: Kemenpora)

Masyarakat olahraga prestasi Indonesia terus berjuang demi kebaikan pembinaan atlet di Tanah Air. Mereka menggugat Peraturan Menteri Pemuda Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung RI.

Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 dirasa banyak meresahkan pelaku olahraga prestasi di Indonesia dalam melakukan pembinaan atlet. Adapun hal tersebut menjadi aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat olahraga melalui salah satu Law Firm terkemuka kepada Instansi terkait di Indonesia.

Baca juga: Sempat Serangan Jantung, Kondisi Ellyas Pical Terus Membaik

Keresahan atas terbitnya Permenpora No. 14/2024 sempat dikeluhkan oleh salah satu organisasi olahraga, KONI Provinsi Riau.

“Saya rasa Permenpora ini sangat mengganggu kami. Kami juga mendapat informasi dari KONI Kabupaten/Kota bahwa Dispora menganggap Permenpora sudah berlaku,” terang Waketum KONI Riau, Khairul Fahmi pada Rapat Virtual KONI seluruh Indonesia pada 20 Januari 2025. Pembinaan terdampak sejak keluarnya Permenpora No.14/2024.

Dampak regulasi yang dikeluarkan Kemenpora tersebut, berimbas di berbagai daerah, terbukti dengan kesaksian Ketum KONI Sumatera Utara John Ismadi Lubis.

“Permenpora ini (Nomor 14/2024) sangat berpengaruh di provinsi dan kabupaten/kota, karena sulit mencari ketua yang harus membiayai sekretariat dan harus mendapat rekomendasi pimpinan daerah untuk menjadi ketua,” terang John yang juga turut aktif dalam pengajuan uji materi ke Mahkamah Agung RI.

“Beberapa Ketua Umum KONI Provinsi, Ketua Induk Cabang Olahraga dan pemerhati olahraga prestasi Indonesia, resah dengan keluarnya Permenpora Nomor 14 Tahun 2024. Kita memberikan kuasa hukum kepada salah satu Law Firm untuk melakukan uji materi Permenpora tersebut terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan ke Mahkamah Agung,” jelas Ricky Kurniawan, Ketum KONI Bangka Belitung.

Kabid Hukum KONI Pusat, Widodo Sigit menjelaskan bahwa beberapa pasal Permenpora Nomor 14/2024 justru melanggar amanah peraturan yang lebih tinggi yakni UU No.11/2022 tentang keolahragaan.

Masyarakat tentu akan bingung ketika dihadapkan dua peraturan yang bertentangan. Namun sebagai masyarakat yang paham secara hukum, melaksanakan dan pedomani aturan yang lebih tinggi.

Ia menyinggung Lex Superior Derogat Legi Inferiori, hukum yang lebih tinggi tidak dapat dikalahkan oleh hukum yang lebih rendah.

Sebagai sosok yang sangat berpengalaman di bidang hukum, Sigit yakin bahwa Mahkamah Agung akan melakukan keputusan sebagaimana permohonan uji materi yang telah disampaikan Law Firm pada 17 Maret 2024. Pasalnya, sangat jelas jika dibandingkan dengan UU No.11/2022.

“Saya berharap Menpora dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan yang lebih luas dan tidak membuat gaduh mau mencabut sendiri sebelum adanya keputusan dari Mahkamah Agung, karena sudah jelas bertentangan dengan UU No.11/2022 dan prosesnya tidak melibatkan pihak yang berkecimpung di olahraga prestasi,” tegas Ricky Kurniawan.

Sebelumnya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI Kamis 23 Januari 2025, Staf Ahli Ketum KONI Pusat Bidang Organisasi Prof. Dr. H. R. Benny Riyanto, S.H., M.HUM, C.N., sempat memberikan masukan rinci kepada Komisi X DPR RI terkait Permenpora Nomor 14 Tahun 2024.

Adapun beberapa norma yang bertentangan dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 antara lain :

- Pasal 10 ayat (2) Permenpora 14 tahun 2024 tentang kongres/ musyawarah organisasi olahraga harus mendapat rekomendasi Kementerian.

Hal tersebut tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi dari pemerintah terhadap teknis pengelolaan organisasi Olahraga yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter., prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.

- Pasal 16 ayat 4, dan 5 tentang tenaga profesional dapat diberi kompensasi gaji yang bersumber di luar bantuan pemerintah, APBN, ataupun APBD.

Bertentangan degan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2), serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 tentang system akuntansi dan pelaporan keuangan badan lainnya. KONI diberi hak untuk mendapatkan anggaran dari APBN/APBD dan memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan dan akuntansi yang telah ditetapkan.

- Pasal 16 ayat 6 tentang ketua, pengurus, dan perangkat organisasi olahraga prestasi tidak boleh digaji dari dana yang bersumber dari pemerintah.

Baca juga: KONI Pusat Terima Kunjungan Kehormatan Presien AMMAF

Bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 seperti yang disebutkan di atas, anggaran KONI sebagian besar dari Hibah sehingga menjadi objek pemeriksaan inspektorat pemerintah, KONI merupakan Mitra Strategis pemerintah (di tingkat Pusat KONI Mitra Strategis dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), sedangkan pada tingkat Daerah KONI merupakan Mitra Strategis Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).

- Pasal 17 ayat (1) huruf a & b tentang kriteria pengurus organisasi olahraga (a) punya pengalaman minimal 5 tahun, (b) tidak boleh rangkap jabatan organisasi olahraga prestasi yang lain.

Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2025 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., selain itu asas independensi pengurus organisasi olahraga tidak perlu dibuatkan kriteria yang dinormakan, melihat kondisi masing-masing cabang olahraga sangat bervariasi.

- Pasal 17 ayat (2) huruf b tentang surat pernyataan kesanggupan dari ketua pengurus organisasi olahraga untuk bisa mencari sumber dana di luar dana dari pemerintah.

Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 ayat (1) c, UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 20 huruf g.

- Pasal 18 ayat (1) dan (2), ayat 1 masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali 1 kali masa jabatan, ayat 2 pemilihan pengurus organisasi melalui proses rekrutmen.

Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsiip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5, menurut Olympic charter pengurus organisasi olahraga adalah independen serta tidak boleh diintervensi pihak manapun.

- Pasal 19 ayat (2) tentang pengurus organisasi olahraga prestasi (Pasal 13) dilantik oleh Menteri/Menpora.

Pengurus organisasi cabang olahraga selama ini dilantik oleh KONI, sebab KONI dibentuk oleh cabang olahraga itu sendiri, hal itu diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (1), selain itu bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara professional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan.”

Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.

- Pasal 21 ayat (2) tentang Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri yang membidangi urusan hukum untuk membatalkan persetujuan perubahan kepengurusan yang tidak mendapat rekomendasi oleh Menteri dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan hasil forum tertinggi.

Hal ini tidak selaras dengan asas independensi dan jelas merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., yang mengetahui kebutuhan organisasi adalah anggota organisasi, sehingga adanya Pasal 21 ayat (2) ini di khawatirkan kepentingan lain selain kepentingan olahraga bisa masuk.

- Pasal 28 ayat (1) tentang Menteri berwenang untuk membentuk tim transisi dalam hal sengketa telah menghambat proses pembinaan olahragawan.

Kewenangan ini menjadi kewenangan KONI, dikarenakan KONI adalah induk cabang olahraga, sehingga Kemenpora terkesan ikut masuk urusan teknis pembinaan keolahragaan.

Hal ini berdampak mengurangi faktor independensi dan organisasi olahraga, sementara kewenangan Kementerian seharusnya sebagai regulator bukan operator, sehingga urusan teknis pembinaan olahraga diserahkan kepada organisasi olahraga (bisa organisasi induk cabang olahraga ataupun KON/KONI).

- Pasal 44 ayat (2) tentang perubahan AD dan ART sebagaimana diatur dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Menteri sebelum dilaporkan kepada Menteri Hukum.

Hal ini dinilai terlalu berlebihan, sehingga melanggar asas independensi yang diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara professional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan”. Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.

Semoga Pemerintah bisa melihat permasalahan ini dengan bijak dan memberi solusi terbaik demi Kemajuan Pembinaan Olahraga Nasional.

Editor : Faaz Elbaraq

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru