Warga Babatan Protes Penyalahgunaan Lahan Fasum, DPRD Surabaya Rekomendasi Pengembang Hentikan Pembangunan

mcinews.id
Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP) Rabu, (1/10/2025). (Foto: Pandu/mcinews.id)

Surabaya, MCI News - Komisi A DPRD Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (RDP), Rabu (1/10/2025). RDP dilakukan di ruang Komisi A DPRD Kota Surabaya Jalan Yos Sudarso No. 18-22, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur, membahas aduan warga RW 11 Kelurahan Babatan terkait pembangunan gedung di lahan fasilitas umum (fasum) oleh PT Sanggar Asri Sentosa (SAS).

Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi A, DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widiatmoko, dan dihadiri perwakilan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP), bagian hukum dan kerjasama, Lurah Babatan, Camat Wiyung, pimpinan Graha Family Group, pimpinan PT SAS serta warga.

Baca juga: Pemekaran Dapil Surabaya Dinilai Jadi Kunci Keadilan Representasi Warga

Menurut Yona Bagus Widiatmoko, sengketa muncul karena pembangunan “The Nook Cafe” berdiri di atas lahan fasum seluas sekitar 7.000 m² milik PT SAS.

“Warga keberatan karena pembangunan ini dilakukan melalui konsep replanning dan menuding PT SAS melanggar Perwali Nomor 52 Tahun 2017 Pasal 15 ayat 4. Pasal itu mengatur perubahan SKRK harus mendapat persetujuan dua per tiga dari pemilik lahan yang sudah dijual. Jadi, maksudnya bukan dari ‘warga secara umum’, melainkan dari pemilik lahan,” jelasnya.

Yona juga menegaskan bahwa PT SAS sudah melakukan pekerjaan fisik sejak Juni 2023, sementara izin baru diajukan pada September 2023 dan disetujui Desember 2024.

“Artinya, lebih dari satu tahun pembangunan berjalan tanpa izin resmi. Karena itu, Komisi A merekomendasikan penghentian sementara pembangunan. Selama penghentian itu, DPRKPP, lurah, camat, RW/RT dan Komisi A akan memfasilitasi dialog selama tujuh hari ke depan untuk mencari solusi yang adil bagi warga dan pengembang,” ujarnya.

Baca juga: DPRD Surabaya Prioritaskan Perlindungan Hak Warga Terkait Normalisasi Kalianak 

Terkait fasum, Politikus Gerindra tersebut menekankan pentingnya transparansi. “Fasum seharusnya dialokasikan 30ri total lahan perumahan. Kami minta PT SAS secara terbuka menjelaskan titik kompensasi lahan fasum yang digunakan, sekaligus lokasi fasum pengganti agar publik memahami mekanisme tukar guling tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Veronika Puspita, General Manager PT SAS, menyatakan pihaknya siap mengikuti keputusan rapat. “Kami tetap menghormati rekomendasi dewan. Memang, seluruh dokumen perizinan sudah kami lengkapi, mulai SPRK, PBB, PBG, hingga AMDAL. Kami optimis proyek bisa berlanjut setelah proses penghentian sementara,” ujarnya.

Terkait fasum, Veronika menambahkan, “Kami sudah menyiapkan lahan sekitar 7.700 m² di lokasi proyek, kompensasinya tetap berada dalam wilayah izin pengembang. Mengenai isu lapangan tenis, kami tidak pernah menjanjikan hal itu, tetapi kami terbuka terhadap masukan warga agar fasilitas yang diinginkan bisa diakomodir".

Baca juga: Melalui Pinjaman Rp 3,61Triliun, Bappenas Dukung Percepatan Infrastruktur Kota Surabaya

Persoalan antara warga Babatan dan PT SAS menunjukkan pentingnya keterbukaan dan kepatuhan regulasi dalam pembangunan di kawasan padat penduduk. Rekomendasi penghentian sementara dari Komisi A bisa menjadi momentum untuk meredam konflik dan membangun kepercayaan antara pengembang dan masyarakat.

Jika dalam tujuh hari ke depan dialog menghasilkan kesepakatan yang adil, proyek dapat berjalan tanpa menimbulkan riak publik dan tanpa melanggar hak warga atas fasum

Editor : Yasmin Fitrida Diat

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru