Memperingati Hari Buruh Internasional (Mayday) 2025, Kamis (1/5/2025) ribuan buruh di Jatim turun ke jalan. Mereka mengusung sejumlah tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Adapun ribuan buruh yang ambil bagian dalam aksi yang terbagi dalam dua lokasi, depan Gedung Negara Grahadi dan Kantor Gubernur Jawa Timur, itu terdiri dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jatim yang terdiri dari SPPK (Satuan Pekerja Perkebunan dan Kehutanan), AI (Aneka Industri), SPPJM (Serikat Pekerja Perkapalan), SPDT (Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi), SPAMK (Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen).
Dalam aksi yang dipimpin oleh Nuruddin Hidayat itu, ribuan buruh itu menuntut Gubernur Jatim Khofifah Indar Prawansa untuk berkomunikasi dengan DPR-RI supaya mengesahkan UU yang menjamin keadilan kesejahteraan bagi kaum buruh.
"Padahal sebagaimana amanah UU, selama proses PHK sampai adanya putusan keadilan berkekuatan tetap, upah, beserta hak-hak yang lainnya termasuk BPJS harus tetap diberikan. Hari ini di PHK, hari ini juga kepesertaan BPJS dinonaktifkan," kata Nuruddin Hidayat saat orasi.
Nuruddin Hidayat saat orasi Mayday 2025
Saat diwawancara oleh wartawan, Nuruddin juga telah mendesak Khofifah untuk mengevaluasi Disnaker Jatim karena lemahnya pengawasan dan harus menunggu viral dulu baru diproses.
"Karena banyak kami temui di lapangan pelanggaran hak normatif buruh yang tidak tertangani. Terakhir kemarin viral penahanan ijazah," kata Nuruddin kepada wartawan MCI.
Ia mengungkap, buruh ingin Gubernur Jatim mengganti pengawas dan mengevaluasi kinerja Kepala Disnaker Jatim. Hal tersebut perlu dilakukan karena sejak tahun 2016, pengawas ketenagakerjaan ditarik ke Disnaker Provinsi sehingga Disnaker Kota/Kabupaten tidak memiliki pengawas.
"Ujung tombak penjaminan agar memastikan gak dipenuhi itu adalah pengawas. Saya rasa kepala dinasnya juga perlu evaluasi," jelasnya.
Berikutnya, ia juga menyoroti outsourcing yang memberi status hubungan kerja tidak jelas kepada karyawan.
"Penyerahan sumber tenaga kerja di luar perusahaan. Jenis pekerjaan yang di outsourcing-kan yang sifatnya tetap, artinya outsourcing ini khusus pekerjaan penunjang. Tetapi pelaksanaan di lapangan, hampir semua pekerjaan yang bersifat tetap ini dipekerjakan oleh pekerja outsourcing," ujarnya.
Dirinya ingin outsourcing dihapuskan bukan hanya status hubungan kerja yang tidak jelas, tetapi juga karena upah yang diterima jauh di bawah UMK, sehingga mengancam kesejahteraan pekerja.
"Jadi status hubungan kerjanya langsung kepada perusahaan si pemberi kerja. Nasib outsourcing ini miris, ketika terjadi kecelakaan kerja, perusahaan si pemberi kerja tidak bertanggung jawab, karena secara administratif bukan karyawan asli. Yaitu karyawan outsourcing," jelasnya.
Di akhir, Nuruddin Hidayat mengungkap pihak outsourcing sangat sulit ditemui karena tidak memiliki kantor. Akibatnya, pihak buruk mengalami kesusahan ketika menuntut pertanggungjawaban.
Editor : Fahrizal Arnas