Surabaya, MCI News - Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menampung aspirasi warga Kedung Cowek yang resah dengan rencana pembangunan Sekolah Rakyat di lahan pertanian produktif wilayah tersebut. Rapat yang berlangsung di Ruang Kerja Komisi D, Jalan Yos Sudarso No. 18-22, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Selasa (28/10/2025).
RDP dipimpin langsung oleh Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, serta dihadiri perwakilan dari Bapenda, Bappedalitbang, dan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pemkot Surabaya.
Dalam forum tersebut, tokoh masyarakat Kedung Cowek, H.M. Husnin Yasin, menyampaikan bahwa warga pada dasarnya tidak menolak dengan pembangunan Sekolah Rakyat. tetapi, ia menekankan bahwa lahan yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan merupakan lahan produktif yang selama ini menjadi sumber mata pencarian warga.
“Kami tidak menolak, hanya berharap agar lokasi bisa digeser. Karena itu lahan produktif, dan sudah digarap turun-temurun,” ujarnya.
Husnin juga menyinggung kekhawatiran masyarakat tentangt potensi alih fungsi lahan yang nantinya bisa berdampak pada ketahanan pangan, dan kesejahteraan petani setempat. Ia bahkan menyebut adanya indikasi kepentingan pihak lain di balik proyek tersebut.
“Saya curiga, jangan-jangan ada kepentingan investasi lain di baliknya. Dua bulan lalu ada investor India datang, dan tiba-tiba proyek ini berjalan,” tambah Husnin.
Ketua RW 01 Kelurahan Kedung Cowek, Pitono menegaskan, warga mendukung penuh pembangunan Sekolah Rakyat, asal tidak mengorbankan lahan produktif. Menurut Pitono, masih ada lahan non-produktif di sekitar kawasan tersebut yang bisa dimanfaatkan tanpa mengganggu sektor pertanian.
“Warga ini sederhana, hanya ingin tetap bisa bertani. Jangan sampai program ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan terganggu hanya karena salah pilih lokasi,” ujarnya.
Anggota Komisi D, Ajeng Wira Wati, menambahkan agar Pemkot melalui DKPP bisa mencari alternatif lahan lain yang berdekatan dengan lokasi semula. Ia juga mengingatkan agar warga yang terdampak tetap dilibatkan dalam program pemberdayaan.
“Kami harap DKPP bisa mencarikan solusi, misalnya memanfaatkan lahan sekitar dua hektare yang masih tersisa. Anak-anak petani juga bisa diberdayakan melalui program Sekolah Rakyat ini,” jelasnya.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya, dr. Akmarawita Kadir, menegaskan bahwa rapat tersebut bertujuan mencari titik temu antara kepentingan pembangunan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat sekitar. Ia mengonfirmasi bahwa lahan yang dipersoalkan merupakan aset milik Pemkot, namun selama ini telah dikelola secara informal oleh warga untuk bercocok tanam.
“Status lahan memang milik Pemkot, tapi warga sudah lama menggarap dan menggantungkan hidupnya dari pertanian di sana. Karena itu, kita minta agar tidak diganggu dulu sampai ada solusi yang jelas,” tandasnya.
Akma menambahkan, pembangunan Sekolah Rakyat direncanakan menempati lahan seluas 5–6 hektare, sementara lahan yang saat ini dikelola warga sekitar 4 hektare. DPRD meminta Pemkot mendata ulang dan mempertimbangkan kemungkinan agar sebagian lahan tetap bisa digunakan warga. “Kalau memang masih ada sisa lahan dua hektare, mungkin bisa tetap dimanfaatkan untuk pertanian,” ujarnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Komisi D mendorong agar Pemkot menyediakan lahan pengganti bagi petani terdampak atau memberi kesempatan bagi mereka bekerja di lingkungan Sekolah Rakyat setelah pembangunan selesai.
“Mereka bisa dilibatkan sebagai tenaga kebersihan, keamanan, atau pengelola taman sekolah. Yang penting, jangan sampai ada warga yang jatuh miskin akibat pembangunan ini,” tutur Akmarawita.
Dalam RDP akhirnya menyepakati bahwa DPRD berjanji mengawal komunikasi antara Pemkot, warga, dan kementerian terkait. Diharapkan, pembangunan Sekolah Rakyat tetap berjalan tanpa mengorbankan mata pencaharian masyarakat Kedung Cowek yang telah lama menjaga produktifitas lahan pertanian di wilayah tersebut.
Editor : Yasmin Fitrida Diat