DPR RI Terima Koalisi Masyarakat Sipil Bahas RUU TNI

mcinews.id
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional memimpin Koalisi Masyarakat Sipil beraudiensi dengan DPR RI. (Foto: EMedia DPR)

Jakarta, MCI News - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama anggota Komisi I menerima audiensi Koalisi Masyarakat Sipil di Gedung DPR RI di Senayan Jakarta, Selasa 18 Maret 2025.

Koalisi Masyarakat Sipil yang membuat petisi terkait Revisi Undang Undang TNI hadir dipimpin Usman Hamid dari Amnesty Internasional, bersama Halida Hatta (putri Proklamator Moh. Hatta), Direktur Imparsial Al Araf, Sumarsih (ibu Wawan, korban penembakan Semanggi 1998), Bejo Untung (korban Tragedi 1965) dan beberapa pimpinan organisasi masyarakat sipil lainnya.

Baca juga: Massa BEM Se Jatim Bubar, Surabaya Kembali Kondusif

Koalisi Masyarakat Sipil mengapresiasi beberapa perubahan RUU TNI yang diputuskan DPR RI berdasarkan desakan dan tuntutan masyarakat, tetapi masih ada beberapa catatan agar TNI menjadi militer yang profesional.

Salah satunya adalah batasan peradilan militer. Koalisi Masyarakat Sipil menuntut anggota TNI melanggar pidana umum, maka harus tunduk pada peradilan umum.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menerima usulan dari Koalisi Masyarakat Sipil itu dan berjanji akan membahasnya di DPR.

Baca juga: Demo BEM Jatim Bubar, Surabaya Kembali Kondusif

Selain itu, DPR RI akhirnya juga merespons tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil dengan menghilangkan poin Kementerian Kelautan dan Perikanan dari daftar lembaga yang boleh dipimpin anggota aktif TNI. 

Sebelumnya dalam draft RUU TNI, Kementerian Kelautan dan Perikanan tercantum pada 15 lembaga yang bisa dijabat anggota aktif TNI. Namun atas desakan masyarakat sipil, akhirnya Komisi 1 menghapus satu lembaga yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Baca juga: Tolak UU Baru TNI, BEM se Jatim Demo di Grahadi

Anggota Komisi I Budisatrio Djiwandono juga menyampaikan poin lain yang dilakukan perubahan, antara lain soal Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Pemerintah dalam menetapkan OMSP harus meminta persetujuan DPR RI dan jika tidak disetujui, maka operasi harus dihentikan.

"Disepakati juga soal narkotika didrop, agar tidak menimbulkan tumpang tindih dengan institusi lain. Dengan demkian narkotika akan tetap menjadi wilayah Polri ," kata Budisatrio.

Editor : Budi Setiawan

Peristiwa
Berita Populer
Berita Terbaru