Surabaya, MCI News - Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Surabaya membahas Rancangan APBD 2026, Kamis (16/10/2025).
Rapat berlangsung di Ruang Kerja Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jalan Yos Sudarso No. 18-22, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng. Rapat dipimpin Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dan dihadiri oleh jajaran pejabat dinas terkait.
Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota dewan menyoroti ketidaksinkronan antara data penerima beasiswa dan angka yang tercantum dalam rancangan anggaran, serta menilai kinerja pendapatan retribusi dinas masih belum optimal.
Anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, menyoroti adanya perbedaan signifikan pada rincian objek retribusi. Ia mencatat beberapa pos anggaran yang dikurangi drastis, seperti pos retribusi pemakaian fasilitas daerah.
“Yang awalnya 12 pos, ini jadi hanya empat pos. Kemudian untuk pemanfaatan aset awalnya enam diganti jadi 14. Tapi kalau saya lihat realisasinya misal pemakian Balai Budaya, sampai Oktober saja sudah tercatat Rp 1,55 miliar, sementara di anggaran 2026 hanya dipasang Rp 1,45 miliar,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketidaksesuaian perhitungan biaya program pendidikan yang menurutnya tidak realistis terhadap kebutuhan di lapangan.
Kritik serupa juga disampaikan Imam Syafi’i. Ia menilai adanya perbedaan data antara perhitungan Disbudporapar dan hasil verifikasi lapangan terkait jumlah penerima beasiswa.
“Kita bicara 24 ribu penerima, tapi di rancangan APBD hanya tercatat 15.500. Ini harus dikoreksi, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman publik,” tegasnya.
Ia juga menyinggung adanya ketidaksesuaian nominal UKT yang ditanggung pemerintah, yang semula disepakati Rp10 juta per mahasiswa, namun dalam praktik ditemukan hanya Rp 2,5 juta.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D, Luthfiyah, menyoroti rendahnya capaian pendapatan daerah dari sektor retribusi. Menurutnya, masih banyak potensi yang belum digarap karena lemahnya kinerja dan birokrasi yang berbelit.
“Objek pendapatan di Surabaya banyak, tapi kinerjanya kurang bagus. Pengurusan yang akan membayar uang ke pemerintah justru dipersulit,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi kegiatan seremonial yang dianggap tidak berdampak langsung pada pemberdayaan masyarakat, dan mendorong agar anggaran lebih difokuskan pada peningkatan kesejahteraan warga, termasuk perempuan, pemuda, dan kelompok rentan.
Menanggapi hal itu, Kadisbudporapar Hidayat Syah menjelaskan bahwa standar harga fasilitas dan kegiatan sudah sesuai ketentuan. Ia juga memaparkan penggunaan lapangan, taman, dan balai untuk kegiatan publik serta pemeliharaannya.
Sementara Kabid Kebudayaan, Herry Purwadi, menambahkan bahwa pihaknya rutin memfasilitasi seniman tampil di 14 titik ruang publik setiap akhir pekan, dengan dukungan transportasi dan perlengkapan standar panggung.
Dari sisi perencanaan, Jubir Bapedalitbang Salim A. menjelaskan bahwa angka 24 ribu penerima beasiswa merupakan proyeksi berdasarkan data keluarga miskin dan prasejahtera dari BPS. Namun, dalam rancangan anggaran Disbudporapar tertulis 15.500 penerima, yang memicu perbedaan persepsi.
Sebagai konklusi, dr. Akmarawita Kadir menyatakan bahwa Komisi D sepakat memberi catatan khusus dan menjadwalkan rapat lanjutan membahas beasiswa.
“Kelihatannya masih belum sinkron antara proyeksi penerima beasiswa 2026 dan yang tercantum di rancangan anggaran. Kita akan undang kembali Disbudporapar dan bagian anggaran,” ujarnya menutup rapat.
Dengan terungkapnya ketidaksesuaian data penerima beasiswa dan lemahnya optimalisasi pendapatan retribusi daerah dalam pembahasan Rancangan APBD 2026. Suara para anggota dewan menegaskan satu hal, yakni anggaran bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan wujud nyata dari tanggung jawab pemerintah untuk memastikan keadilan, transparansi, dan kesejahteraan warga.
Komisi D menegaskan komitmennya untuk mengawal perbaikan data dan memastikan setiap rupiah APBD benar-benar kembali kepada masyarakat Surabaya yang membutuhkan.
Editor : Yasmin Fitrida Diat