Yangon, MCI News - Sekitar 700 warga Muslim dilaporkan berada di antara ribuan orang yang tewas akibat gempa besar bermagnitudo 7,7 di Myanmar, Jumat 28 Maret 2025. Organisasi Islam setempat menyebut mereka tewas saat salat di masjid selama bulan Ramadan.
Selain 700 muslim, laporan media setempat juga menyebutkan, 200 biksu Buddha tewas ketika satu biara runtuh, dan 50 anak, termasuk dua orang guru, meninggal ketika ruang kelas prasekolah runtuh.
Baca juga: Korban Tewas Gempa Myanmar Lampaui 3.000 Orang
Meski secara resmi mencantumkan jumlah biara yang rusak dalam laporan dampak gempa, tetapi junta Myanmar sama sekali tidak menuliskan masjid pada daftar tersebut.
Tim penyelamat yang diterjunkan junta Myanmar juga dilaporkan tidak melakukan operasi penyelamatan di masjid-masjid yang runtuh.
Gempa tersebut mengguncang Myanmar pada Jumat siang, bertepatan dengan waktu Salat Jumat ketika warga Muslim Myanmar yang bukan berasal dari etnis Rohingya berhimpun di masjid-masjid.
The Irrawaddy, situs media yang dijalankan eksil (orang-orang terusir) Myanmar di Thailand, Senin 31 Maret 2025 melaporkan, 60 masjid hancur di Mandalay dan Sagaing, wilayah yang terdampak paling parah akibat gempa.
Baca juga: Bantuan Kemanusiaan Indonesia ke Myanmar untuk Korban Gempa
Mengutip informasi dari organisasi Islam Spring Revolution Myanmar Muslim Network, The Irrawaddy melaporkan, sebagian besar masjid yang runtuh akibat gempa itu merupakan bangunan didirikan pada abad ke-19.
Selain di Mandalay dan Sagaing, masjid-masjid di kawasan Naypyitaw, Pyinmana, Pyawbwe, Yamethin, Thazi, Meiktila, Kyaukse, dan Paleik, juga dilaporkan mengalami kerusakan.
“Jumlah korban akan tinggi, karena gempa bumi melanda saat Shalat Jumat, dan terlebih saat itu masih bulan Ramadhan. Kami belum punya jumlah yang pasti, tapi kami tahu jumlahnya mencapai ratusan,” kata Ko Shaki, sebagaimana laporan media itu.
Baca juga: Myanmar Berkabung Selama Seminggu, Korban Gempa Tembus 2.056
Menurut Ko Shaki, 18 masjid di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, rusak akibat gempa tersebut. Masjid-masjid berusia ratusan tahun tersebut sama sekali belum pernah direnovasi. “Kami tidak diizinkan melakukan perbaikan dan pemeliharaan masjid di masa pemerintahan terdahulu.”
Dia juga menyoroti adanya andil kelompok ultranasionalis yang dibekingi militer Myanmar, Asosiasi Perlindungan Ras dan Agama (Ma Ba Tha), dalam menghasut sentimen anti-masjid di negara itu.
Pada 2017, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan peringatan soal memburuknya kondisi masjid-masjid bersejarah di Myanmar dan menyoroti adanya penolakan atas pemeliharaan rutin masjid.
Editor : Budi Setiawan