Jakarta, MCI News - Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan keprihatinannya terkait penangkapan sejumlah hakim yang terlibat kasus suap. Prabowo menilai, ini menunjukkan masih ada celah dalam penegakan hukum di Indonesia.
Pernyataan orang nomor satu di Indonesia ini disampaikan melalui Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
"Presiden Prabowo sangat prihatin dengan penegakan hukum kita yang saat ini masih menimbulkan masalah di kemudian hari dan selalu menjadi celah. Ada celah bagi problem-problem berikutnya," kata Muzani.
Ia menyatakan, Prabowo ingin melakukan penataan terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia. Sehingga para penegak hukum itu diisi orang-orang yang memiliki integritas, orang-orang yang memiliki dedikasi terhadap kesejahteraan negara. “Beliau ingin melakukan pembangunan ini secara menyeluruh," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, ke depan Prabowo ingin banyak masukan agar Indonesia menjadi negara hukum yang kuat.
"Karena itu beliau juga terus ingin mendapatkan masukan dari berbagai macam pihak yang memiliki pandangan dan keinginan yang sama, bagaimana Indonesia ini menjadi negara hukum yang kuat," tuturnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung kembali menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus tindak pidana suap terkait putusan vonis lepas atau ontslag dalam dugaan tindak pidana korupsi ekspor minyak mentah atau CPO dengan terdakwa korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Adapun ketiga tersangka ini adalah Djumyanto sebagai Ketua Majelis Hakim yang saat itu memimpin jalannya persidangan. Kemudian, dua orang majelis hakim, yakni Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, ketiga hakim tersebut terbukti menerima uang untuk penanganan perkara korupsi yang sedang ditangani di Pengadilan Jakarta Pusat.
Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait putusan ontslag dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah atau CPO dengan terdakwa korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Salah satu tersangka diketahui merupakan mantan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) M Arif Nuryanta yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Titip Tas ke Satpam
Di sisi lain, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa hakim Djuyamto (DJU), tersangka dalam kasus dugaan suap putusan lepas (ontslag), menitipkan tas ke satpam Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sebelum ditetapkan menjadi tersangka.
“Benar (menitipkan tas ke satpam PN Jakarta Selatan),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Tas tersebut, kata dia, telah diserahkan oleh satpam PN Jakarta Selatan kepada penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Rabu (16/4/2025).
“Baru kemarin siang diserahkan oleh satpam, yang ditutupi dua ponsel dan uang dolar Singapura 37 lembar kalau tidak salah,” katanya sebagaimana dilansir Antara.
Terkait waktu dan tujuan penitipan tas itu kepada satpam, Kapuspenkum Harli belum bisa mengungkapkannya. Adapun saat ini tas tersebut telah disita oleh penyidik.
“Berita acara penyitaannya sudah ada,” ujarnya.
Diketahui, hakim Djuyamto (DJU) menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakarta Pusat.
Alur dan Besaran Suap
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Abdul Qohar mengatakan bahwa Djuyamto selaku hakim ketua majelis hakim, menerima uang suap senilai Rp6 miliar dari tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Adapun Arif menerima uang suap senilai Rp60 miliar dari tersangka Muhammad Syafei (MSY) selaku tim legal Wilmar melalui perantara Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Selain Djuyamto, hakim anggota majelis hakim, yakni Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) juga menerima suap dari tersangka Arif.
Ketiga hakim tersebut menerima suap dalam keadaan mengetahui bahwa uang tersebut untuk memuluskan dijatuhkannya putusan lepas (ontslag) terhadap tersangka korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiga hakim tersebut dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Faaz Elbaraq