Surabaya, MCI News - Mediasi yang digelar Komisi B DPRD Surabaya terkait perselisihan antara Paguyuban Juru Parkir Surabaya (PJS) dengan manajemen Mie Gacoan yang diwakili PT Pesta Pora Abadi berakhir tanpa keputusan, Selasa (2/9/2025).
Pertemuan yang berlangsung di ruang Komisi B DPRD Kota Surabaya Jalan Yos Sudarso No. 18-22, Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur itu justru menemui jalan buntu, lantaran pihak perusahaan hanya menghadirkan staf legal tanpa kewenangan untuk mengambil keputusan strategis.
Juru bicara PT Pesta Pora Abadi, Raden menyampaikan, pihaknya belum dapat memastikan langkah pergantian vendor parkir. “Kalau kabarnya memang belum Pak, karena kita belum terkopi di situ. Saya di sini hanya bisa menyampaikan hasil rapat ini ke manajemen,” ujarnya dengan tegas.
Menurutnya, keputusan final akan tetap diserahkan kepada direksi perusahaan. Ketidakjelasan itu pun memicu kekecewaan dari perwakilan PJS. Mereka menilai pemutusan kerja sama pengelolaan parkir yang dilakukan PT Pesta Pora Abadi bersifat sepihak dan tanpa peringatan.
“Kami ini selalu menjunjung etika komunikasi. Mestinya ada dialog, bukan langsung putus begitu saja. Ini kami anggap bentuk arogansi,” ujar salah satu perwakilan PJS.
Lebih jauh, PJS menuding PT Pesta Pora Abadi justru menunjuk pihak ketiga dari luar kota untuk mengambil alih pengelolaan parkir di sejumlah titik, termasuk di kawasan Stadion Bung Tomo dan Kenjeran. Mereka menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat kearifan lokal dan mengabaikan kontribusi warga Surabaya yang sejak awal mendukung operasional Mie Gacoan.
“Kita ini bicara soal local wisdom. Kalau usahanya di Surabaya, ya seharusnya pekerja juga warga Surabaya. Bukan malah bawa orang Makassar,” tegasnya.
Komisi B DPRD Surabaya menyoroti langkah manajemen Mie Gacoan yang dinilai gegabah. Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M Faridz Afif, menegaskan bahwa pihaknya akan memanggil ulang manajemen tertinggi PT Pesta Pora Abadi pada 16 September mendatang.
“Kami ingin yang hadir nanti adalah pimpinannya langsung, supaya bisa ambil keputusan. Kalau hanya staf, ya tidak bisa. Kalau sampai tidak hadir, kami akan rekomendasikan penyegelan usaha Mie Gacoan,” katanya.
Faridz menambahkan, semestinya sistem pengelolaan parkir tidak perlu diganti bila tidak ada masalah di lapangan. Menurutnya, langkah perusahaan justru menimbulkan keresahan dan konflik yang tidak perlu.
“Mie Gacoan ini sudah sukses dan ramai. Ngapain diganti-ganti kalau tidak ada masalah? Jangan bikin gaduh,” ujarnya.
Mediasi yang gagal menghasilkan kesepakatan ini menegaskan bahwa persoalan parkir Mie Gacoan bukan sekadar teknis pengelolaan, melainkan menyangkut penghormatan terhadap kerja sama, etika bisnis, serta pemberdayaan masyarakat lokal. Komisi B berharap, sebelum pertemuan berikutnya, kedua belah pihak bisa mencari solusi bersama agar konflik tidak semakin meluas. Jika tidak, DPRD siap mengambil langkah tegas demi menjaga kepentingan warga Surabaya.
Editor : Yasmin Fitrida Diat