DENPASAR, BALI-MCI NEWS | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali tercatat tengah menangani 49 kasus perkara korupsi di seluruh wilayah Bali. Dari total 49 kasus, sebanyak 26 kasus diantaranya sudah masuk tahap penyidikan.
Terbaru, dua kasus yang naik status ke penyidikan, yaitu kasus perkara dugaan korupsi penyimpangan pengalihan fungsi lahan di Tahura Ngurah Rai dan pembangunan Universitas Terbuka (UT).
Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana mengungkapkan perkembangan kasus dalam acara perpisahan bersama awak media di Kantor Kejati Bali, Jalan Tantular No. 5, Renon, Denpasar, Senin, 20 Oktober 2025.
Ketut Sumedana menegaskan, peningkatan status perkara bukan hasil tekanan pihak manapun, melainkan hasil kerja berkelanjutan dari jajaran kejaksaan di seluruh Bali.
"Kami sedang menangani 49 kasus di Bali. Dari jumlah itu, 26 sudah dalam tahap penyidikan. Penambahan kasus mungkin terjadi karena teman-teman di Kejari daerah juga bergerak," kata Ketut Sumedana.
Dua perkara yang baru naik ke penyidikan, kata Sumedana, setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
Dua perkara tersebut telah memenuhi unsur pidana korupsi dan secara resmi dinaikkan ke tahap penyidikan.
Kasus pertama, melibatkan dugaan korupsi terkait pengalihan fungsi lahan di kawasan Tahura Ngurah Rai.
Saat itu, penyidik menemukan indikasi kuat adanya pelanggaran terhadap ketentuan tata ruang dan pengelolaan kawasan konservasi.
"Ada lahan negara yang dialihkan tanpa dasar hukum yang sah. Kami sedang menelusuri proses penerbitan sertifikat serta pihak-pihak yang terlibat dalam pengalihan fungsi lahan tersebut," kata Ketut Sumedana.
Sementara di Universitas Terbuka, penyidik menemukan indikasi kerugian negara sekitar Rp3 miliar dengan 10 saksi yang telah diperiksa terkait proyek pembangunan gedung kampus yang berlokasi di Jalan Raya Sesetan, Denpasar Selatan tersebut.
"Untuk kasus kedua ini tinggal penetapan tersangka. Tim telah memeriksa sedikitnya 10 saksi dari pihak penyedia jasa maupun pejabat kampus. Dari hasil penyidikan sementara, ditemukan potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp3 miliar dari nilai proyek Rp40 miliar," ungkapnya.
Selain dua kasus tersebut, Kejati Bali juga menyoroti dugaan penyimpangan pada proyek rumah subsidi di Singaraja. Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil audit resmi kerugian negara untuk menetapkan tersangka. "Begitu hasil audit keluar, kami segera tetapkan tersangka," tegasnya.
Dari tiga kasus besar itu, dua diantaranya disebut sudah siap naik ke tahap penetapan tersangka, sementara satu kasus lain masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara.
Ketut Sumedana menambahkan, Kejati Bali juga memantau sejumlah dugaan korupsi lainnya, termasuk penyimpangan dana bansos, hibah dan bantuan keuangan di beberapa kabupaten/kota. Penanganannya dilakukan oleh masing-masing Kejaksaan Negeri sesuai wilayah penerima bantuan.
"Saat ini Kejari Bangli dan Klungkung sudah mulai tangani kasus bansos. Mudah-mudahan Kejari lainnya juga segera bergerak," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketut Sumedana juga meluruskan isu terkait mutasi dan promosi dirinya ke Kejati Sumatera Selatan. Ia menegaskan, promosi jabatan di lingkungan Kejaksaan Tinggi memiliki tahapan panjang, termasuk asesmen, evaluasi dan penilaian prestasi.
"Astungkara, saya dipercaya menjadi Kajati termuda di Kejati Pemantapan Tipe A (Sumatera Selatan). Sebelumnya, di usia 49 tahun, saya juga Kajati termuda di Tipe B (Bali)," kata Ketut Sumedana.
Ia juga mengingatkan agar publik tidak mencampuradukkan istilah “promosi” dengan “dicopot.” "Tidak perlu baper. Saya juga orang media, jadi saya paham konteksnya. Yang penting semuanya bisa dijelaskan secara terbuka," pungkasnya. (red).
Editor : Putu Wiguna