DENPASAR, BALI-MCI NEWS | Rencana penetapan alur pelayaran Serangan di wilayah perairan Denpasar Selatan dilakukan dengan prinsip keselamatan dan keteraturan pelayaran.
Langkah Distrik Navigasi Kelas II Benoa menjadi bagian penting dalam mendukung kegiatan maritim di kawasan tersebut, termasuk rencana pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG di sekitar Serangan.
Kepala Seksi Alur Pelayaran dan Telekomunikasi Pelayaran Distrik Navigasi Kelas II Benoa, I Ketut Aries Nakula Mandiana, ST., M.M.Tr., menjelaskan bahwa desain alur pelayaran harus memenuhi tiga prinsip utama, yakni dibuat selurus mungkin, selebar mungkin, dan sedalam mungkin agar semua jenis kapal dapat melintas dengan aman.
"Ibarat jalan raya, alur pelayaran harus lurus, lebar, dan cukup dalam agar semua kapal bisa masuk dengan aman. Itu dasar dari keselamatan pelayaran," kata Aries saat ditemui di Kantor Distrik Navigasi Benoa, Senin, 20 Oktober 2025.
Aries memaparkan, keselamatan pelayaran di laut ditentukan oleh dua faktor utama, yakni internal dan eksternal. Faktor internal mencakup kesiapan kapal dan awaknya, sementara faktor eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungan laut, kelengkapan sarana bantu navigasi, serta komunikasi antar kapal.
"Tugas kami ini ada di sisi eksternal, memastikan jalurnya ada, tanda-tandanya jelas, dan komunikasinya berjalan baik. Jadi kapal tidak berlayar sembarangan," jelasnya.
Untuk mengatur lalu lintas kapal di laut, Distrik Navigasi juga menggunakan sistem Vessel Traffic Service (VTS), yang fungsinya serupa dengan menara pengendali lalu lintas udara (Air Traffic Control) di bandara. Melalui sistem ini, setiap kapal yang masuk atau keluar pelabuhan terpantau dan diatur dengan ketat agar tidak saling mengganggu.
Dalam proses penetapan alur Serangan, pihak Distrik Navigasi telah melakukan pemetaan dan survei hidro-oseanografi dengan menggunakan berbagai peralatan seperti multi-beam, single-beam sonar, hingga pengukuran pasang surut. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan aplikasi HyPack, sesuai standar International Hydrographic Organization (IHO).
"Kami sudah melakukan pemetaan sejak Juni lalu, meliputi pengukuran kedalaman, arus, dan jenis dasar laut seperti pasir, lumpur, atau karang. Semua itu jadi dasar untuk menentukan alur dan zona labuh kapal," tambahnya.
Sementara itu, I Made Darmawijaya, ST., selaku Koordinator Kelompok Pengamat Laut Distrik Navigasi Benoa, menegaskan bahwa penetapan alur pelayaran juga mempertimbangkan berbagai kepentingan di sekitar perairan Serangan, mulai dari aktivitas nelayan hingga kawasan wisata. Karena sebelumnya belum diatur secara resmi, banyak pihak yang menggunakan area tersebut tanpa pelanggaran hukum, meski berpotensi tumpang tindih.
"Selama ini masyarakat bebas memanfaatkan perairan karena belum ada ketetapan jalur. Sekarang pemerintah hadir untuk menata agar semua kegiatan tetap bisa berjalan dengan aman dan tertib," paparnya.
Ia menambahkan, hasil survei dan rancangan zonasi pelabuhan Serangan kini sudah melalui tahap pra-engineering dan konsinyering bersama berbagai instansi teknis, termasuk Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) yang berwenang memverifikasi peta laut nasional.
Langkah penataan alur pelayaran Serangan ini diharapkan dapat memperkuat posisi Bali sebagai kawasan strategis maritim, sekaligus menjamin keselamatan dan kelancaran arus logistik laut, terutama menjelang pembangunan fasilitas energi seperti FSRU LNG di perairan Denpasar Selatan.
"Kami tidak hanya bicara infrastruktur, tapi juga keselamatan dan keberlanjutan. Laut itu dinamis, dan harus dikelola dengan data yang akurat serta koordinasi lintas sektor," pungkasnya. (ace).
Editor : Putu Wiguna