Surabaya, MCI News - Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya Retno Hastijanti, angkat suara terkait pemberitaan terkait bangunan terbongkar yang sebelumnya disebut sebagai Cagar Budaya di Jalan Darmo No.30, Surabaya.
Seperti diketahui, sehari sebelumnya, kabar mengenai bangunan tersebut sempat viral di media lokal karena Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Lutfiyah, sempat meninjau ke lokasi.
Baca juga: Eri Cahyadi Sidak Jukir Liar di Toko Retail Modern di Jalan Dr. Ir. H. Soekarno Surabaya
Retno menegaskan bahwa bangunan tersebut bukan Cagar Budaya seperti yang diberitakan sebelumnya. Bahkan, gedung itu tidak termasuk dalam kategori Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
“Bangunan itu tidak tercatat sebagai Cagar Budaya, juga bukan ODCB,” tegas Hasti dalam konferensi pers di Kantor Disbudporapar Surabaya, Rabu (4/6/2025).
Ia menjelaskan, bangunan tersebut telah mengajukan izin perubahan bentuk pada 1989, jauh sebelum kawasan Darmo ditetapkan sebagai situs Cagar Budaya lewat SK Wali Kota tahun 1998. Artinya, saat kawasan ditetapkan, bangunan di Darmo 30 sudah dalam bentuk yang sekarang dan tidak masuk dalam daftar Cagar Budaya.
“Kita sudah validasi, tidak ada dalam daftar. Kawasan Darmo memang Cagar Budaya, tapi tidak otomatis semua bangunan di dalamnya ikut ditetapkan,” tambahnya.
Hasti menyatakan, kawasan Darmo memang memiliki nilai sejarah sebagai real estate pertama di Jawa Timur dengan perencanaan tata kota yang teratur. Penetapan Cagar Budaya dalam kawasan ini mengacu pada tata ruang, pola jalan, dan karakter kawasan secara keseluruhan.
Ia menjelaskan, dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, terdapat lima kategori Cagar Budaya: benda, struktur, bangunan, situs, dan kawasan. Penetapan bisa dimulai dari kawasan, bukan harus dari objek atau bangunan terlebih dulu.
“Darmo ditetapkan sebagai situs karena nilai kawasan, baru kemudian ditemukan beberapa bangunan yang memang layak ditetapkan sebagai Cagar Budaya,” jelasnya.
Hingga kini, ada 10 bangunan di kawasan Jalan Raya Darmo yang telah resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya, di antaranya:
- Apotek Kimia Farma (No. 2-4)
- Bank CIMB Niaga (No. 26)
- Gedung dan Graha Wismilak (No. 36-38)
Baca juga: Bangunan Cagar Budaya di Raya Darmo Dibongkar, DPRD Kota Surabaya Bakal Usut
- Rumah tinggal (No. 42-44)
- SMP-SMA Santa Maria (No. 49)
- Bank Bangkok / Bank Permata (No. 73)
- Rumah Sakit Darmo (No. 90)
- Rumah Dinas Panglima Kodam V/Brawijaya (No. 100)
- Eks Museum Mpu Tantular / Perpustakaan BI (Taman Mayangkara No. 6)
Hasti menambahkan, semua bangunan Cagar Budaya diberi plakat khusus yang dipasang sejak 2008. Sebelumnya, plakat belum menjadi kewajiban karena belum diatur oleh Kemendikbud.
Baca juga: Soal Keluhan Eri Cahyadi Soal Data BPS Kurang Komprehensif, Ini Kata DPRD Surabaya
Ia juga menjelaskan bahwa bangunan yang tidak ditetapkan sebagai cagar budaya tetapi berada di dalam kawasan, statusnya bersifat partisipatif dalam perawatan. Namun tetap berada dalam pengawasan sesuai regulasi.
Hal senada disampaikan oleh pemerhati sejarah dari Komunitas Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetyo. Ia menegaskan bahwa bangunan di Jalan Darmo 30 tidak pernah tercatat dalam daftar 200+ bangunan Cagar Budaya Surabaya.
“Kami punya datanya. Darmo 30 itu tidak ada dalam daftar. Kawasan sekitarnya memang kawasan Cagar Budaya, tapi tidak semua bangunan di dalam kawasan otomatis masuk,” ujarnya.
Sebagai contoh, ia menyebut kompleks Katedral Surabaya, di mana beberapa bangunan ditetapkan sebagai Cagar Budaya, tapi pembangunan di antaranya masih dimungkinkan karena tidak semuanya termasuk objek cagar budaya.
Menanggapi keberadaan plakat di sekitar Darmo 30, Kuncar menjelaskan bahwa plakat itu merujuk pada status kawasan, bukan bangunan tertentu.
“Plakat itu menandai kawasan, bukan objek spesifik. Jadi perlu diluruskan agar tidak menimbulkan salah tafsir,” tutupnya.
Editor : Fahrizal Arnas