Surabaya, MCI News – Di era modernisasi saat ini, pergeseran nilai budaya sungguh sangat memprihatinkan. Anak sekolah mulai tingkat dasar, sampai perguruan tinggi pun kurang memahami nilai budaya yang ada di Indonesia, khsusnya bahasa daerah. Tutur kata, sopan santun menjadi modal awal majunya suatu negara. Jika tidak dibangun dari awal, bukan tidak mungkin banyak nilai-nilai budaya yang diwariskan akan semakin ditinggalkan dan terlupakan.
Achmad Hidayat, selaku wakil Kepala BP Pemilu DPC PDI Perjuangan kota Surabaya, membuat terobosan yang sangat menarik. “Mulai tahun 2024, tepatnya tanggal 13 Desember 2024 saya menyuarakan untuk bahasa daerah ini kembali digunakan. Tidak hanya sebagai proses belajar mengajar, tetapi menjadi kebiasaan, dan kebudayaan dan adat yang ada,” ujarnya, ketika ditemui awak media di sela-sela kegiatannya, Jumat, (11/7/2025).
Kader PDIP tersebut menuturkan, ide untuk dikenalkan dan digunakannya kembali bahasa Jawa baik di tingkat pendidikan sekolah sampai dengan pelayanan publik adalah dari semangat Pancasila, bahwa sebagai warga negara harus memiliki rasa nasionalisme, dan juga hidup dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Indonesia ada dari Sabang sampai Merauke, dan Surabaya ada di dalamnya, dan Surabaya harus menjadi kota yang maju, memiliki akar budaya yang kuat.
"Surabaya kota besar. Memiliki gedung yang tinggi, masyarakatnya majemuk. Jika sopan santun, tata krama dibangun mulai dini, maka masyarakat luar yang melihat akan terkesan," imbuhnya.
Achmad Hidayat lantas mencontohkan perbedaan Bali dengan kota-kota lainnya. Menurut dia, setiap daerah memiliki potensi jadi tujuan wisatawan. Namun yang membedakan, lanjutnya, toleransi di Bali sangat tinggi. Budaya barat dibawa ke Bali, sedangkan ada orang Hindu melaksanakan ibadahnya tanpa terganggu.
"Semua berjalan seiring dan berirama. Itu yang membuat Bali lebih dikenal di mancanegara, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung ke Bali. Andaikata Surabaya bisa seperti Bali, bukan tidak mungkin banyak wisatawan yang berkunjung ke Surabaya. Surabaya juga kota besar, punya destinasi wisata yang tidak kalah dengan daerah lain. Jika banyak wisata yang berkunjung ke Surabaya, bisa dibayangkan, UMKM akan tumbuh, hotel-hotel penuh, dan yang pasti, ekonomi Surabaya akan maju. Otomatis, taraf hidup warga Surabaya pasti juga akan ikut membaik," tutur Achmad Hidayat.
Ia menambahkan, kebudayaan bahasa daerah ini harus digunakan, karena kita melihat pertumbuhan, pembangunan kota khususnya Surabaya yang maju ini, tidak bia lepas dari akar budayanya, budaya membentuk peradaban.
“Yogyakarta sama Surabaya sebenarnya juga tidak jauh beda. Yang membedakan, kesopanan dalam bertutur kata di Yogyakarta lebih baik. Oleh sebab itu, anak-anak dilatih untuk lebih mengerti akar budaya bangsa ini dimulai dari bahasanya," sambung dia.
Achmad Hidayat lantas menerangkan, saat ini jika kita mendengarkan lagu Indonesia Raya, jelas termaktub “bangunlah Jiwanya, bangunlah raganya”. Ini artinya, terang Achmad Hidayat, spiritnya dulu, baru fisiknya.
"Maka pembelajaran proses pembelajaran bahasa daerah ini harus dikenalkan sejak dini. Karena, bahasa daerah ini dilihat sebagai salah satu adab budaya kita," jelasnya.
"Bahasa daerah di sini, (Bahasa Jawa) ada namanya ngoko, kromo, dan bicara dengan orang tua harus kromo inggil, ini menandakan adanya tingkat adab yang harus diperhatikan kepada siapa kita berbicara," tambahnya.
Menurut Achmad Hidayat, bahasa harus dimulai lebih dahulu, karena dalam Sumpah Pemuda ada tiga hal yang spesifik dalam menyatukan bangsa. Yaitu, berbangsa satu, bertumpah darah satu, dan berbahasa satu.
Walikota Surabaya Eri Cahyadi sudah memberikan arahan kepada instansi untuk menampilkan aksara jawa dalam seluruh instansi, taman-taman kota, maupun pemerintah kota.
“Jika hanya menampilkan aksara jawa, tetapi tidak diperkuat dengan pembelajaran, maka percuma, karena tidak bisa dimengerti oleh masyarakat luas,” jelas mantan aktivis GMNI tersebut
Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan mengeluarkan program Kamis Melipis bulan Juli ini. Di mana siswa mulai Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolan Menengah Atas (SMA), wajib menggunakan bahasa daerah dalam proses interaksinya.
"Saya meyakini dengan digunakannya bahasa daerah ini, justru menggali akar budaya, sehingga terbangunnya peradaban kota Surabaya yang maju, modern, dan beradab,” kata Achmad Hidayat.
Ia menambahkan, Program Kamis Melipis ini bertujuan untuk lebih mengenalkan budaya dan bahasa Jawa kepada masyarakat luas. Dalam pelayanan publik, juga akan menggunakan pakaian daerah, dan bahasa daerah.
"Harapannya, program kamis melipis, jajaran sekolah atau guru, bisa membawakan, dan menampilkan proses belajar bahasa daerah yang menyenangkan, dan dikolaborasikan dengan teknologi informasi, dan dikolaborasikan dengan inovasi pendidikan terkini, sehingga lebih mudah diterima dan mudah untuk dipahamai, implementasi juga akan semakin mudah," ujarnya.
Keanekaragaman budaya menjadi semakin penting di era globalisasi yang semakin berkembang pesat. Tradisi, adat istiadat, dan seni budaya bukan satu-satunya komponen budaya suatu komunitas. Aspek budaya juga mencakup bahasa, yang berfungsi sebagai pilar utama yang mampu menyatukan masyarakat sekaligus mencerminkan identitas diri. Keanekaragaman budaya juga kaya akan pengetahuan, nilai, dan keyakinan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Untuk itu, kekayaan budaya ini harus dijaga dan dilestarikan.
Editor : Yasmin Fitrida Diat