Surabaya, MCI News - Musim 2025 tampaknya benar-benar menjadi panggung pembuktian bagi Marc Marquez. Dengan performa gemilang di Grand Prix Jerman, pembalap Spanyol itu tidak hanya menunjukkan dominasinya, tetapi juga mengirim pesan tegas bahwa tahun ini adalah miliknya. Di tengah musim yang terdiri dari 22 seri, Marquez perlahan tapi pasti membangun narasi musim terbaiknya di kelas utama.
Meski sebagian pihak mungkin menilai terlalu dini untuk menyematkan gelar “musim terbaik”, catatan Marquez hingga paruh musim berbicara lebih lantang daripada opini. Konsistensinya, ketangguhannya menghadapi cuaca dan tantangan teknis, serta kematangannya membaca situasi lintasan membuktikan bahwa ini bukan sekadar keberuntungan.
Di Sachsenring, sirkuit yang hampir identik dengan Marquez, ia kembali menunjukkan kelasnya. Sejak naik ke MotoGP, ia nyaris tak pernah gagal menang di trek penuh tikungan kiri ini. Satu-satunya pengecualian hanyalah tahun 2024, saat ia harus puas finis kedua akibat cidera patah jari. Tahun ini, ia bangkit dari posisi ke-13 dan tampil bak maestro, meraih kemenangan yang seolah mengukuhkan supremasinya.
Padahal akhir pekan itu bukan tanpa drama. Hujan pada hari Sabtu mengacaukan ritme banyak pembalap. Sprint race yang basah memaksanya mereset strategi. Bahkan saat start dari posisi terdepan, kesalahan kecil di Tikungan 1 membuatnya harus menyusul dari posisi kelima. Tapi seperti biasa, Marquez adalah Marquez, berjuang hingga lap terakhir dan merebut kemenangan. “Saya terlalu memaksakan diri,” akunya. Tapi 12 poin tambahan adalah hadiah dari keberanian itu—dan juga pengingat bahwa keberuntungan bukan sesuatu yang bisa terus diandalkan.
Balapan utama pada Minggu juga penuh insiden. Dari 18 pembalap, hanya 10 yang berhasil finis. Trek yang licin akibat hujan membuat Tikungan 1 menjadi zona kritis. Marquez, belajar dari kecelakaan di COTA dan Jerez, tampil tenang dan penuh perhitungan. Ketika lawan-lawannya terjatuh, ia tetap fokus dan menghindari jebakan.
Hasilnya? Kemenangan keempat secara beruntun di sprint dan grand prix, kemenangan ke-69 sepanjang kariernya di MotoGP, dan keunggulan 83 poin di klasemen, cukup untuk melewatkan dua seri berikutnya tanpa kehilangan posisi puncak.
Dominasi Marquez juga ditopang oleh kemampuan beradaptasi luar biasa. Di empat seri terakhir, ia menghadapi lintasan dan cuaca yang beragam, namun selalu tampil sempurna. Di Sachsenring, hanya satu sesi yang tak ia kuasai: latihan bebas Jumat sore. Fabio Di Giannantonio sempat mencuri perhatian dengan rekor lap tercepat, sementara Marquez berada di posisi ketiga, tanpa menggunakan ban lunak untuk time attack.
Keputusan itu bukan karena kurang kompetitif, melainkan karena strategi. Marquez memilih fokus mempersiapkan elektronik dan pengaturan mesin menghadapi balapan kering. "Saya pikir lebih baik bersiap untuk balapan daripada mengejar waktu tercepat," jelasnya.
Strategi itu terbukti jitu. Saat grand prix dimulai, ia langsung memimpin. Di akhir lap kedua, sudah unggul hampir satu detik. Ketika Di Giannantonio terjatuh di lap ke-18, Marquez telah unggul lebih dari tiga detik. Dan ia tak pernah menoleh ke belakang lagi.
“Saya merasa sangat nyaman dengan motor dan trek ini. Tapi yang paling penting adalah saya tak perlu memaksakan segalanya,” ujar Marquez. Meski tak memecahkan rekor waktu, ia tetap konsisten di kisaran 1:20 dan 1:21 per lap, cukup untuk menjaga jarak dan mengontrol balapan sepenuhnya.
Kemenangan di Jerman bukan hanya sekadar tambahan angka. Ini adalah pernyataan. Marc Marquez bukan sekadar kembali ke performa terbaik, ia berada dalam kendali penuh. Dan jika tren ini berlanjut, 2025 akan tercatat dalam sejarah sebagai tahun di mana Marquez tidak hanya kembali, tapi benar-benar mengukuhkan dirinya sebagai legenda hidup MotoGP.
Editor : Fahrizal Arnas