Ngawi, MCI News - Tingginya kebutuhan pupuk phonska dan urea bersubsidi di kalangan petani di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, rawan disalahgunakan terjadinya penjualan secara ilegal. Polres Ngawi, berhasil menggagalkan upaya penjualan ilegal pupuk subsidi di wilayah kerjanya.
Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto dalam keterangannya mengungkapkan, penggagalan penjualan ilegal pupuk bersubsidi itu bermula saat Tim Tiger Satuan Reserse Kriminal Polres Ngawi yang dipimpin Kanit Pidsus Ipda Agus Marsanto melaksanakan patroli Kring Serse di sekitaran Ring Road Timur Kab. Ngawi, Selasa (4/2/2025).
Saat itu melintas kendaraan truck berwarna kuning berstiker 'Angkutan Pupuk Bersubsidi Kabupaten Sukoharjo' yang tertutup rapat. Tim mencurigai truk yang dikemudikan D (42), warga Ngawi itu, memuat pupuk bersubsidi.
"Pelaku merupakan sopir truk milik distributor resmi pupuk bersubsidi di Kab. Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Sopir tidak dapat menunjukkan dokumen-dokumen kelengkapan barang yang dibawanya, sehingga kami amankan di Polres Ngawi untuk penyidikan lebih lanjut. ," kata Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi di Ngawi.
Pelaku mengaku mendapat muatannya setelah membeli pupuk bersubsidi di salah satu kios resmi penyalur di Kab. Sukoharjo dengan harga Rp130.000 per karung. Kemudian pelaku mencari pembeli di Kab. Ngawi dan menjualnya dengan harga antara Rp155.000 sampai Rp220.000 per karung.
Menurut AKBP Dwi Sumrahadi, sopir tersebut diketahui sudah dua kali menjual pupuk bersubsidi bukan di wilayah edarnya. "Modusnya, ya membeli dari kios resmi di Jawa Tengah dan menjual dengan harga lebih tinggi di Ngawi."
D akhirnya ditetapkan menjadi tersangka dengan peran sebagai pembeli, pemilik dan penjual (penyalahguna) pupuk bersubsidi. Polisi menyita barang bukti berupa satu unit truck warna kuning bernopol AD-9615-KF, 80 karung pupuk bersubsidi jenis Urea, 60 karung pupuk bersubsidi jenis phonska.
"Total pupuk bersubsidi yang diamankan Polres Ngawi sekitar tujuh ton. Tersangka diancam dengan hukuman dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000," demikian AKBP Dwi Sumrahadi.(nov/bho)
Editor : Nova Mega