Surabaya, MCI News - Balap liar dan perang sarung yang terjadi selama Ramadan menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Karena itu, pemkot akan melakukan patrol dan razia lebih intensif untuk mencegah kegiatan yang meresahkan warga. Giat ini akan dilakukan selama bulan Ramadan 1446 Hijriah.
Dalam giat tersebut, Pemkot Surabaya menggandeng kepolisian dan TNI. "Itu yang kami lakukan dengan teman-teman Kepolisian, TNI, dan Satpol PP yang setiap hari berputar (patroli)," ucap Eri, Minggu 9 Maret 2025.
Eri mengakui, patrol dan razia yang dilakukan sejak awal Ramadan tak mencegah kenakalan anak-anak dan remaja tersebut. Sebab, ketika petugas selesai melakukan razia pukul 03.00 WIB, kegiatan itu marak terjadi pukul 04.00 WIB. "Nah, jadi (razia) ini harus dilakukan terus (sampai pagi)," imbuhnya.
Maka itu, Eri juga meminta masyarakat Surabaya untuk berperan aktif dalam menekan aksi tersebut. Menurutnya, tidak cukup jika hanya mengandalkan aparat keamanan tanpa keterlibatan aktif warga.
Eri mencontohkan salah satu upaya yang bisa dilakukan para orang tua adalah dengan melarang anak-anaknya untuk keluar rumah saat dini hari atau sebelum sahur.
"Jadi yang saya harapkan adalah partisipasi masyarakat. Kalau masyarakat tidak ada partisipasinya, jangan harap kota itu aman, tenang dan nyaman. Kalau hanya mengandalkan TNI, Polri dan pemerintah, tidak bisa," tuturnya.
Eri mengatakan, upaya pencegahan kenakalan remaja tidak selalu harus berbasis materi, melainkan bisa dengan pendekatan kasih sayang dalam mendidik anak. "Paling tidak dengan kasih sayang, anak tidak diperbolehkan keluar, itu sudah menjaga agar (anak-anak) tidak perang sarung," tambahnya.
Dibawa ke Liponsos dan Makam
Untuk memberikan efek jera dan membuka kesadaran, anak-anak yang terjaring razia, akan dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) untuk membantu merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai bentuk pelajaran moral.
"Sanksinya nanti dibawa ke Liponsos, memandikan ODGJ, kita minta bersihkan kamarnya. Mereka itu kan masih anak-anak yang butuh kasih sayang, tapi mereka itu perlu melihat orang-orang yang masih kurang beruntung," ungkap dia.
Sanksi lainnya juga diterapkan, yakni kunjungan ke makam sebagai bentuk refleksi diri. "Sanksinya dibawa ke kuburan. Melihat kuburan, untuk menyadarkan mereka, misal bagaimana kalau orang tua mereka meninggal, nanti siapa yang akan merawat mereka," jelasnya.
Mantan Kepala Bappeko Surabaya ini pun menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan bukanlah hukuman keras. Melainkan cara menyadarkan generasi muda agar tidak mengulangi perbuatannya.
"Kita memang sentuh dari hati. Kalau anak ini dimarahi malah tidak jadi apa-apa. Kita tetap disiplin tapi hukumnya juga untuk menyadarkan, bukan hukuman untuk semakin merusak mereka dan menjadi dendam," pungkasnya.
Editor : Faaz Elbaraq