Yogyakarta, MCI News - Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Sigit Sunarta menyesalkan munculnya informasi menyesatkan yang disampaikan mantan dosen Universitas Mataram Rismon Hasiholan Sianipar tentang keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo.
“Kami sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat. Apalagi mantan dosen ini merupakan alumnus dari Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,” kata Sigit di Kampus UGM Yogyakarta, Jumat 21 Maret 2025.
Media sosial kembali dihebohkan dengan pernyataan Rismon yang meragukan keaslian ijazah dan skripsi mantan Presiden Ir. Joko Widodo sebagai lulusan UGM. Alasannya, lembar pengesahan dan sampul skripsi menggunakan font Times New Roman yang dinilainya belum ada di era tahun 1980-an hingga 1990-an. Klaim sepihak dari Rismon itu membuat polemik dan perdebatan di kalangan warga net.
Menurut Sigit dalam rilis resmi di website UGM, sebagai seorang dosen, kesimpulan Rismon seharusnya didasarkan pada fakta dan metode penelitian yang baik. Rismon seharusnya tidak hanya menelaah ijazah dan skripsi Joko Widodo, tetapi harus membandingkannya dengan ijazah dan skripsi yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan UGM.
Soal penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi dan ijazah seperti yang dituduhkan Rismon dianggap meragukan keaslian dokumen, Sigit menegaskan, di tahun itu sudah jamak mahasiswa menggunakan font tersebut atau huruf yang hampir mirip, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di tempat percetakan.
Dia menyebut, saat itu di sekitaran kampus UGM itu sudah ada percetakan seperti Prima dan Sanur (sudah tutup) yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi. Seperti diketahui, sampul dan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo dicetak di percetakan, tetapi seluruh isi tulisan skripsinya setebal 91 halaman masih menggunakan mesin ketik.
“Fakta adanya mesin percetakan di Prima dan Sanur juga seharusnya diketahui yang bersangkutan, karena juga kuliah di UGM. Ada banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dengan mesin percetakan,” katanya tegas.
Soal nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster tapi hanya angka, Sigit menyatakan, Fakultas Kehutanan di masa itu memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Penomoran tidak hanya berlaku pada ijazah Joko Widodo, tetapi berlaku pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan. “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas.”
Sigit sekali lagi menyesalkan tuduhan Rismon lewat konten video yang meragukan ijazah dan skripsi Joko Widodo, seolah-olah Ijazah yang diterbitkan UGM adalah palsu.
“Ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik, beliau aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama), beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi, sehingga ijazahnya pun dikeluarkan UGM adalah asli,” tegasnya.
Ketua Senat Fakultas Kehutanan San Afri Awang mengaku punya pengalaman sendiri soal penggunaan font Times New Roman di sampul skripsi.
“Saya masih ingat waktu saya buat kover (skripsi), lari ke Prima. Di zaman itu sudah ada tempat cetak sampul yang terkenal, Prima dan Sanur. Soal diketik pakai mesin komputer, jangan heran, di sekitar UGM juga sudah ada jasa pengetikan menggunakan komputer IBM. Saya sempat pakai buat mengolah data statistik,” kata kakak angkatan Joko Widodo itu.
Meski begitu, kata San Afri, tidak semua mahasiswa Fakultas Kehutanan memilih mencetak sampul di jasa percetakan. Ada juga mahasiswa yang memilih mencetak sampul dan lembar pengesahan menggunakan tulisan dari mesin ketik.”Kawan saya yang secara ekonomi tidak mampu, banyak yang membuat lembar sampul dan pengesahan dengan mesin ketik.”
Frono Jiwo, teman seangkatan Joko Widodo saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, juga mengaku prihatin dengan beredarnya ijazah dan skripsi Joko Widodo yang dianggap palsu.
“Saya seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980. Sama-sama masuk kuliah tahun 1980 dan wisuda bareng di tahun 1985. Jokowi orangnya pendiam, tapi kalau ngobrol selalu kocak, apa yang jadi pembicaraan selalu mengundang tawa,” kata Frono mengenang.
Soal ijazah, Frono mengaku tampilan ijazahnya sama dengan Joko Widodo. Menggunakan font yang sama, ditandatangani Rektor Prof. T Jacob dan Dekan Prof Soenardi Prawirohatmodjo. “Ijazah saya bisa dibandingkan dengan ijazahnya Pak Jokowi. Semua sama kecuali nomor kelulusan ijazah dari universitas dan fakultas.”
Soal skripsi, Frono bercerita, seluruh mahasiswa satu angkatannya menulis skripsi menggunakan mesin ketik, sedangkan sampul, lembar pengesahan dan penjilidan hampir semuanya dilakukan di percetakan. “Pembuatan skripsi semua pakai mesin ketik, walaupun sudah ada komputer tapi jarang sekali yang bisa. Kalau sampul, lembar pengesahan, penjilidan skripsi semua di percetakan.”
Tidak hanya kuliah dan lulus bareng, Frono dan Joko Widodo juga melamar pekerjaan di perusahaan yang sama di Aceh, PT Kertas Kraft Aceh (Persero). Namun, Joko Widodo hanya bekerja selama dua tahun saja, karena Iriana, istri Jokowi, tidak betah tinggal di tengah area hutan pinus yang berada di wilayah sekitaran Aceh Tengah.
“Kami bertiga, Pak Jokowi, saya dan almarhum Hari Mulyono (adik ipar Jokowi) bareng-bareng masuk kerja. Setelah Pak Jokowi menikah, Iriana kayaknya tidak betah, karena basecamp berada di tengah hutan pinus di Aceh Tengah. Jokowi resign dulu, tinggal saya dan almarhum Hari Mulyono yang masih bertahan,” ujarnya.
Editor : Budi Setiawan