Jakarta, MCI News - Presiden Prabowo Subianto menargetkan tambahan devisa hingga US$100 miliar per tahun melalui kebijakan penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri.
Target itu diapungkan Presiden Prabowo saat meresmikan Bank Emas Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Presiden menegaskan, mulai 1 Maret 2025, seluruh entitas yang memanfaatkan aset negara dan menerima kredit dari bank pemerintah, wajib menempatkan hasil penjualan dan usahanya di bank-bank nasional.
"Sistem ini sudah dilakukan banyak negara cukup lama. Dengan langkah ini yang mulai berlaku Maret tanggal 1, maka devisa hasil ekspor kita diperkirakan tambah US$80 miliar pada 2025," ujarnya.
Presiden memperkirakan, devisa Indonesia dalam setahun ke depan bisa menyentuh minimal US$100 miliar, karena kebijakan tersebut baru akan dimulai pada 1 Maret 2025.
Prabowo yakin, kebijakan teesebut akan menguati cadangan devisa nasional sebagai ikhtiar menuju kemandirian ekonomi, menuju Indonesia yang aman, adil, makmur, kuat, dan mandiri."Selain itu, penempatan devisa di bank pemerintah juga diharapkan mampu memperkuat likuiditas perbankan nasional, sehingga mampu mendukung pembiayaan sektor-sektor produktif dalam negeri."
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merilis, pemerintah telah memperbarui aturan DHE SDA melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025 yang menyempurnakan PP No. 36/2023 dwngan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan SDA demi kesejahteraan masyarakat dan menjaga devisa tetap berada di Indonesia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan, perbankan akan menjadi ujung tombak implementasi aturan tersebut. Pengawasan pelaksanaannya dilakukan bersama Direktorat Jendral Bea & Cukai (DJBC), Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui sistem terintegrasi.
Perubahan aturan mencakup peningkatan kewajiban penempatan DHE SDA nonmigas menjadi 100% selama 12 bulan dan perluasan penggunaan DHE SDA dalam rekening khusus valas.
Aturan baru ini akan mulai berlaku 1 Maret 2025, dengan mekanisme pengawasan ketat untuk memastikan kepatuhan eksportir. Ancaman sanksi yang disiapkan berupa penangguhan ekspor bagi eksportir yang tidak mematuhi aturan.
Editor : Budi Setiawan