Mojokerto, MCI News - Biadab! Seorang ayah tiri berinisial JPA, 26 tahun, di Kecamatan Gedeg, Mojokerto dilaporkan ke polisi lantaran diduga menganiaya anak tirinya yang masih duduk di bangku kelas 5 SD. Akibatnya, tubuh bocah malang itu penuh luka.
Awal kasus ini terungkap saat wali kelas sekolah korban, Ratna Ari Suryanti, mendapati sang anak terlambat masuk sekolah. Sang wali kelas kemudian melihat ada bekas darah di bagian kepalanya pada Senin, 10 Maret 2025 pagi.
Ratna pun berusaha mengorek penyebab luka di kepala anak didiknya itu. Namun, saa itu korban tak mau berterus terang.
“Di pipimu apa? Jawabannya ketumpahan cat. Ketika topinya dibuka, ternyata bukan cat, tetapi ada luka. Kemudian ditanya lagi, jawabanya terpeleset,” kata guru mata pelajaran Agama itu di salah satu SD Negeri di Kecamatan Gedeg kepada wartawan, Selasa 11 Maret 2025.
Sang wali kelas itu kemudian membawa korban ke ruang UKS sekolah, sebelum dibawa ke Puskesmas Gedeg. Usai diperiksa, perawat Puskesmas Gegeg mencurgai luka di kepala korban bukan karena terpeleset, melainkan akibat pukulan.
“Perawat curiga luka itu karena dianiaya. Awalnya tidak mengaku, setelah polisi dan Babinsa datang, ia kemudian mengaku (diniaya ayah tirinya),” jelas Ratna.
Pihak sekolah pun memberitahu pihak keluarga mendiang ayah kandungnya terkait kondisi korban.
Luka Memar di Punggung
Usai mendapatkan perawatan medis, korban hendak kembali dibawa ke sekolah. tapi guru yang mengantarnya dikejutkan oleh luka memar di bagian punggung korban ketika sampai di parkiran puskesmas.
"Saudaranya telepon mau lapor polisi selagi ada bukti. Juga minta video rekaman pengakuan korban,” bebernya.
Ratna menyatakan, sebetulnya pihak sekolah sudah sejak lama oleh pihak sekolah mencurigai tindakan penganiayaan tersebut. Bahkan, pemerintah desa tempat tinggal korban pun sudah mendengar kabar itu.
“Kami tidak bisa bertindak kalau tidak ada bukti, sudah lama konsultasi kepada pihak pemdes, tapi belum ada solusi,” kata Ratna.
Kepala Sekolah tempat korban sekolah, Abdul Sholeh menambahkan, korban mengaku berulang kali dianiaya ayah tirinya dengan cara dipukul pakai kayu. Selain di kepala, didapati luka lebam dan gosong di bagian punggung korban.
“Luka lain ada di belakang bagian punggung dan gosong karena dicambuk rantai. Terus bagian kaki diinjak pakai batako, terus disundut rokok. Awalnya dikira alergi, ternyata bukan, tapi disundut rokok,” terangnya.
Ia menyampaikan, pihaknya menerima laporan dari para guru jika penganiayaan itu telah berlansung sejak tiga bulan lalu. Namun, saat ditanya oleh gurunga korban selalu berkilah.
“Guru-guru laporan ke saya sekitar tiga bulan lalu (penganiayaan terhadap korban). Tapi korban tidak mau mengaku. Mungkin karena takut kepada sang ayah tirinya,” tandas Abdul.
Kasus dugaan penganiayaan ayah tiri terhadap anak ini telah dilaporkan ke Polres Mojokerto Kota. Korban juga telah divisum di RSUD RA Basoeni Kabupaten Mojokerto.
“Korban sekarang sudah dibawa ke rumah adik neneknya,” imbuh Abdul.
Kasi Humas Polres Mojokerto Kota, Ipda Slamet Suharyono membenarkan adanya peristiwa penganiayaan tersebut. Saat ini kasusnya sedang ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
Ditetapkan Tersangka
Polisi sendiri menetapkan seorang ayah tiri di Mojokerto berinisial JPA, 26 tahun, sebagai tersangka.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota AKP Siko Sesaria Putra Suma mengatakan, tersangka JPA diamankan petugas kepolisian di rumahnya yang terletak di Kecamatan Gedeg pada Senin, 10 Maret 2025.
“Tersangka mengaku memukul menggunakan batang bambu ke kepala sebanyak satu kali, punggung tiga kali dan kaki dua kali. Kemudian menyuruh jongkok berdiri sebanyak 2.500 kali, namun baru dilakukan 50 kali oleh korban sudah tidak kuat, serta memukul punggung sebanyak sembilan kali,” ungkap Siko.
Atas perbuatannya, JPA dijerat Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU nomor 23 tahun 2024 tentang PKDRT atau Pasal 80 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
“Ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta atau dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta,” kata Siko.
Editor : Faaz Elbaraq