Jakarta, MCI News - Kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan diduga dilakukan Oriental Sirkus Indonesia (OCI) kembali diungkap oleh mantan pemainnya, Ibu Rita dan Ibu Yuli didampingi kuasa hukumnya, Heppy Sebayang. Mereka menjadi bintang tamu Pagi Pagi Ambyar di Trans TV, Senin 21 April 2025, bertepatan Hari Kartini.
Kasus dugaan penyiksaan dan eksploitasi ini mencuat setelah mantan pemain sirkus OCI memberi pernyataan di Kantor Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), Selasa 14 April 2025.
"Tidak benar kami diambil dari panti. Ada bukti ayah saya dibayar Rp300 ribu bukan dijual, sebagai ganti susu. Saya katanya mau disekolahkan ke luar negeri," ungkap Ibu Yuli.
Senada Ibu Rita juga dipisahkan dari orang tuanya dengan alasan diadopsi. Ironisnya, ia hanya sebentar ketemu ibunya karena meninggal dunia. "Saya tau diambil umur tiga tahun karena ada kakak-kakak di sirkus yang mengatakan begitu," tuturnya.
Alasan menikah rupanya jadi kunci para mantan pemain sirkus ini bisa "kabur" dari penderitaannya. "Saya mengikuti jejak kakak saya yang sudah lebih dulu menikah dengan sesama pemain. Kalau sudah menikah kita tidak diperhatikan lagi. Maksudnya sudah tidak dipaksa kerja lagi karena faktor usia," ungkap Ibu Rita dan Yuli.
Dikutip dari akun Instagram @taman_safari, pada 1997, Komnas HAM menyatakan, OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus. Pelanggaran yang disebutkan adalah terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan; hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis; hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak; serta hak anak untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.
Para mantan pemain sirkus OCI tersebut menuntut pertanggungjawaban dengan nilai total mencapai Rp 3,1 miliar atas dugaan pelanggaran hak dan kerugian fisik yang dialami selama bekerja di OCI.
Bantahan OCI dan Taman Safari Indonesia (TSI)
Pihak OCI maupun TSI langsung membantah seluruh tuduhan yang disampaikan para mantan pemain sirkus. Pendiri OCI, Tony Sumampau mengatakan tuduhan penyiksaan terhadap anak-anak pemain sirkus merupakan tuduhan yang tidak mendasar.
Komisaris Taman Safari Indonesia itu mengklaim, jika para pemain sirkus diberlakukan layaknya keluarga dan selalu memenuhi kebutuhan mereka termasuk pendidikan dan liburan.
“Pendisiplinan itu dalam pelatihan pasti ada. Saya harus akui pasti ada. Cuma kalau pakai dipukul pakai besi enggak mungkinlah. Kalau nanti dia luka malah dia tidak bisa atraksi kan?” ungkapnya.
TSI dan OCI merupakan dua entitas bisnis yang berdiri secara terpisah dengan latar belakang dan badan hukum yang berbeda. Perlu diketahui jika OCI ini berdiri pada tahun 1967 dan telah beroperasi hingga tahun 1997.
Sedangkan Taman Safari ini berdiri 1981 hingga saat ini masih berjalan. TSI berdiri dengan nama PT Africa Lion Safari kemudian berubah TSI dengan akta No 42 tanggal 2 Juni 1990.
"TSI tidak membenarkan segala bentuk kekerasan dan eksploitasi serta menjunjung tinggi penegakan HAM. Seluruh pemain OCI bukan karyawan TSI dan sebaliknya," demikian penjelasan TSI dikutip dari akun resmi Instagram @taman_safari.
Menanggapi isu terkait kekerasan, eksploitasi, dan dugaan pelanggaran HAM, TSI menegaskan bahwa pelapor merupakan atlet dan talenta sirkus yang berada di naungan OCI.
Sebagai informasi, TSI awalnya didirikan di atas tanah seluas 55 hektare. Tanah tersebut dulunya merupakan eks tanah perkebunan Cisarua Selatan yang sudah tidak produktif, menurut keterangan di situs web resmi Taman Safari.
Pendiri taman satwa itu adalah tiga bersaudara Jansen Manansang, Frans Manansang, serta Tony Sumampau. Mereka merupakan anak dari Hadi Manansang, pendiri OCI.
Editor : Yama Yasmina